CATATAN DARI PERSIAPAN JRU KE PAMERAN KE SURABAYA
Ketika JRU Berbagi Peran
Harus diakui dunia seni visual adalah ladang hiperkompetitif hari-hari ini. Pertumbuhan karya baru sekaligus kreativitas yang mengalir tiada henti menjadi tantangan bagus bagi siapapun yang ingin berkompetisi di dalamnya. Membutuhkan keseriusan dan komitmen tingkat tinggi. Di sini juga, berbagi peran harus dijalani. Berperan sesuai dengan empan papan. Inilah yang menjadi bagian dari napas pegiat-pegiat JRU yang bersiap untuk berkompetisi bersama ratusan perupa dalam Pasar Seni Lukis Indonesia 2009 di Balai Pemuda, Surabaya pada 1-11 Mei 2009.
Kamis, 29 April 2009 adalah sebuah hari bersejarah bagi klaster seni visual JRU. Sebuah truk putih menjadi saksi sejarah ini. Sekitar 60 karya lukisan berserta beragam perangkatnya menjadi teman perjalanannya ke Surabaya. Hari itulah Koordinator Relawan JRU, iLik sAs bersama dengan Lina Wiramuda, Menik Mhg, Bagus Prio, Auly Kastari, Sutar Adijoyo, Sujarwo, Doni JRU, dan Dhimas dilepas oleh 11 Wiramuda dan beberapa relawan senior JRU untuk berangkat ke Surabaya. Mereka membawa misi mengibarkan bendera JRU dan Semarang Art Site dalam kancah Pasar Seni Lukis Indonesia 2009.
Salah satu hajatan akbar dunia seni lukis Indonesia tersebut akan menjadi ajang pembuktian komitmen dan keseriusan insan JRU untuk mengibarkan dunia seni visual sebagai salah satu ikon yang akan mengangkat Semarang menjadi salah satu kiblat seni rupa Indonesia. Reputasi puluhan tahun sebagai kreator dan pionir dunia desain grafis di Semarang serta rekam jejak sebagai sebuah komunitas pendampingan kewirausahaan berkelanjutan dibuktikan dalam 12 hari pameran yang diikuti oleh sekitar 170-an stan yang menampilkan ratusan—bahkan mungkin ribuan—karya visual dengan berbagai bentuk kreativitas yang ditawarkan.
Inilah proses kolaboratif yang sudah menjadi keseharian kerja sinergis JRU. Bukti keseriusan komitmen tersebut sudah nyata, iLik sAs, koordinator relawan JRU langsung memimpin “delegasi” ini. Dukungan finansial dan administratif dikoordinasi oleh Sutar Adijoyo yang sibuk menyiapkan segala kebutuhan yang berjalan dinamis hingga detik-detik terakhir keberangkatan. Auly Kastari, Doni JRU, Menik Mhg, dan Lina W yang menjadi perupa yang akan belajar “ilmu mahal” terus mempersiapkan diri dengan bekal mentalitas dan dukungan moral yang datang dari seluruh insan JRU. Tak lupa dukungan kolaboratif dari Dhimas, Bagus Prio, dan Sujarwo yang merancang bersama konsep kreatif stan sekaligus mengimplementasikannya di Balai Pemuda Surabaya. Sungguh JRU datang dengan semangat “Vini, Vidi, Vicci”!
Perjalanan tersebut bisa jadi adalah sebuah perjalanan yang panjang. Perbaikan jalan di ruas utama Pantura hingga padatnya kendaraan yang melintas tak menyurutkan niat untuk tetap bersemangat menatap Surabaya dengan gagah berani. Di perjalanan ini, tak ada lagi sekat yang memisahkan di antara tim yang berangkat. Semuanya melebur menjadi satu : tim JRU yang bekerja sinergis dan kolaboratif. Inilah suasana kerja ideal di mana setiap orang bisa berinteraksi optimal untuk satu tujuan bersama. Masing-masing orang bertanggung jawab atas apa yang digagasnya dan korelasinya dengan semangat tim yang sudah menjadi komitmen bersama sejak awal.
“Ini adalah catatan yang mengesankan untuk saya,” ujar Auly Kastari yang tak mampu menyembunyikan sebuah keharuan ketika mendapati dirinya dilepas berpameran bersama. Pasar Seni Lukis Indonesia 2009 ini adalah kali kedua keterlibatannya, tetapi inilah kali pertama dirinya tampil dengan kekuatan penuh. Dukungan konsep kreatif, operasionalisasi pendirian stan, penataan akomodasi dan konsumsi, hingga penataan konsep publikasi yang dirancang dengan teliti. Tak hanya untuk Sanggar Auly Kastari yang digeber khusus untuk Auly Kastari tetapi juga Sanggar Lukis Wedangan yang menjadi ladang berkarya bagi perupa senior dan muda yang tergabung bersama.
Proses ini harus diakui adalah untuk memperbesar kumparan pendampingan yang selama ini menjadi komitmen JRU. “Pembesaran kumparan ini tentu saja harus dibarengi dengan kongruensi kapasitas mental kita untuk menerima akumulasi rezeki tersebut,” ujar Sutar Adijoyo yang memberikan sedikit refleksi menjelang keberangkatan. Sementara itu, iLik sAs berpesan kepada setiap insan JRU yang bertandang ke Surabaya untuk tetap menjaga kerendahan hati dan semangat untuk belajar. “Pakailan ilmu padi dan selalu menempatkan diri kita sebagai wadah yang siap belajar banyak,” tuturnya. Ya, Surabaya Vini, Vidi, Vicci!
Kamis, 29 April 2009 adalah sebuah hari bersejarah bagi klaster seni visual JRU. Sebuah truk putih menjadi saksi sejarah ini. Sekitar 60 karya lukisan berserta beragam perangkatnya menjadi teman perjalanannya ke Surabaya. Hari itulah Koordinator Relawan JRU, iLik sAs bersama dengan Lina Wiramuda, Menik Mhg, Bagus Prio, Auly Kastari, Sutar Adijoyo, Sujarwo, Doni JRU, dan Dhimas dilepas oleh 11 Wiramuda dan beberapa relawan senior JRU untuk berangkat ke Surabaya. Mereka membawa misi mengibarkan bendera JRU dan Semarang Art Site dalam kancah Pasar Seni Lukis Indonesia 2009.
Salah satu hajatan akbar dunia seni lukis Indonesia tersebut akan menjadi ajang pembuktian komitmen dan keseriusan insan JRU untuk mengibarkan dunia seni visual sebagai salah satu ikon yang akan mengangkat Semarang menjadi salah satu kiblat seni rupa Indonesia. Reputasi puluhan tahun sebagai kreator dan pionir dunia desain grafis di Semarang serta rekam jejak sebagai sebuah komunitas pendampingan kewirausahaan berkelanjutan dibuktikan dalam 12 hari pameran yang diikuti oleh sekitar 170-an stan yang menampilkan ratusan—bahkan mungkin ribuan—karya visual dengan berbagai bentuk kreativitas yang ditawarkan.
Inilah proses kolaboratif yang sudah menjadi keseharian kerja sinergis JRU. Bukti keseriusan komitmen tersebut sudah nyata, iLik sAs, koordinator relawan JRU langsung memimpin “delegasi” ini. Dukungan finansial dan administratif dikoordinasi oleh Sutar Adijoyo yang sibuk menyiapkan segala kebutuhan yang berjalan dinamis hingga detik-detik terakhir keberangkatan. Auly Kastari, Doni JRU, Menik Mhg, dan Lina W yang menjadi perupa yang akan belajar “ilmu mahal” terus mempersiapkan diri dengan bekal mentalitas dan dukungan moral yang datang dari seluruh insan JRU. Tak lupa dukungan kolaboratif dari Dhimas, Bagus Prio, dan Sujarwo yang merancang bersama konsep kreatif stan sekaligus mengimplementasikannya di Balai Pemuda Surabaya. Sungguh JRU datang dengan semangat “Vini, Vidi, Vicci”!
Perjalanan tersebut bisa jadi adalah sebuah perjalanan yang panjang. Perbaikan jalan di ruas utama Pantura hingga padatnya kendaraan yang melintas tak menyurutkan niat untuk tetap bersemangat menatap Surabaya dengan gagah berani. Di perjalanan ini, tak ada lagi sekat yang memisahkan di antara tim yang berangkat. Semuanya melebur menjadi satu : tim JRU yang bekerja sinergis dan kolaboratif. Inilah suasana kerja ideal di mana setiap orang bisa berinteraksi optimal untuk satu tujuan bersama. Masing-masing orang bertanggung jawab atas apa yang digagasnya dan korelasinya dengan semangat tim yang sudah menjadi komitmen bersama sejak awal.
“Ini adalah catatan yang mengesankan untuk saya,” ujar Auly Kastari yang tak mampu menyembunyikan sebuah keharuan ketika mendapati dirinya dilepas berpameran bersama. Pasar Seni Lukis Indonesia 2009 ini adalah kali kedua keterlibatannya, tetapi inilah kali pertama dirinya tampil dengan kekuatan penuh. Dukungan konsep kreatif, operasionalisasi pendirian stan, penataan akomodasi dan konsumsi, hingga penataan konsep publikasi yang dirancang dengan teliti. Tak hanya untuk Sanggar Auly Kastari yang digeber khusus untuk Auly Kastari tetapi juga Sanggar Lukis Wedangan yang menjadi ladang berkarya bagi perupa senior dan muda yang tergabung bersama.
Proses ini harus diakui adalah untuk memperbesar kumparan pendampingan yang selama ini menjadi komitmen JRU. “Pembesaran kumparan ini tentu saja harus dibarengi dengan kongruensi kapasitas mental kita untuk menerima akumulasi rezeki tersebut,” ujar Sutar Adijoyo yang memberikan sedikit refleksi menjelang keberangkatan. Sementara itu, iLik sAs berpesan kepada setiap insan JRU yang bertandang ke Surabaya untuk tetap menjaga kerendahan hati dan semangat untuk belajar. “Pakailan ilmu padi dan selalu menempatkan diri kita sebagai wadah yang siap belajar banyak,” tuturnya. Ya, Surabaya Vini, Vidi, Vicci!