Bisnis Jangan Coba-coba!
Seminggu yang lalu hingga Senin hari ini, Koordinator Relawan JRU, iLik sAs menjadi narasumber kewirausahaan dalam Pengembangan Kelembagaan Produktivitas dan Pelatihan Kewirausahaan yang diselenggarakan oleh Disnakertrans Kota Semarang. Program yang diselenggarakan untuk menumbuhkan klaster produktif baru di Semarang ini tentu saja memiliki muara akhir untuk mengurangi pengangguran dan meminimalisasi angka kemiskinan di kota Semarang. Berikut catatan yang menyertai perjalanannya.
Perhatian Pemerintah Kota Semarang terhadap penurunan angka kemiskinan menduduki prioritas penting dalam skema pembangunan kota ini di bawah kepemimpinan Sukawi Sutarip. Walikota yang akan mengakhiri masa jabatannya pada 2010 ini ternyata memiliki kebijakan lintas sektoral yang diharapkan mampu menggerakkan ekonomi produktif kota menjadi sebuah klaster usaha mikro-kecil yang baru. Salah satunya adalah berbagai upaya yang berkaitan dengan minimalisasi angka pengangguran melalui kegiatan penciptaan Wirausaha Baru yang dilakukan melalui Disnakertrans Kota Semarang.
Melalui kegiatan ini, Disnakertrans mencoba melakukan stimulasi penciptaan klaster ekonomi produktif berskala mikro-kecil dengan membentuk kelompok. Mereka yang mengajukan proposal diwajibkan sebelumnya sudah memulai rintisan usaha. Melalui program ini mereka diberi stimulasi berupa pelatihan teknis dan mentalitas kewirausahaan sebelum akhirnya diberi bantuan modal yang besarnya hingga Rp 1 juta per orangnya. Satu kelompok diwajibkan mampu memfasilitasi sekitar 15 individu baru untuk bewirausaha. Pada tahun anggaran ini, dijadwalkan ada 21 kelompok yang akan mendapat stimulasi bantuan dari program ini.
iLik sAs yang mendapat kepercayaan menjadi narasumber mentalitas kewirausahaan telah memfasilitasi mentalitas kewirausahaan di 3 kelompok yaitu klaster industri lukis kaos di Kecamatan Gajahmungkur, klaster petani anggrek di Kecamatan Tembalang, dan klaster industri konveksi di Kecamatan Tugu. Senin ini, iLik akan memfasilitasi mentalitas kewirausahaan bagi para petani lele di Kecamatan Gunungpati. Rata-rata dari mereka memiliki karakteristik yang sama : baru saja memasuki gerbang kewirausahaan. Bahkan , jujur di antara mereka masih ada yang dalam taraf coba-coba. Inilah yang menurut iLik harus diubah secara mentalitas. “Bisnis jangan coba-coba,” ujarnya mantap dalam hampir setiap perjumpaan.
Taraf coba-coba ini tentu saja wajar karena sebagian besar dari peserta pelatihan adalah muda usia. Secara produktivitas dan keterampilan mereka memang unggul tetapi komitmen untuk memasuki gerbang kewirausahaan seringkali harus bersinggungan dengan mentalitas menjadi pegawai yang sudah mendarah-daging dalam konstruksi masyarakat kita. “Inilah yang membuat mereka harus benar-benar memilih, kalau tidak jika mereka mulai menurun semangatnya akan memengaruhi teman-teman yang sudah tidak coba-coba,” sambungnya. Permasalahan laten ini merupakan problem fundamental di hampir seluruh klaster ekonomi produktif yang tengah berkembang.
Sebagai solusinya, iLik menggarisbawahi pentingnya peranan pendamping dalam sebuah klaster ekonomi produktif ini. “Pendampingnya harus merupakan figur sentral yang kuat dan mampu menjadi pusat nilai bagi anggotanya,” tuturnya. Keberadaan model pendampingan ini yang kemudian membuat JRU bisa berjalan berkelanjutan hingga saat ini. “Model pendampingan usaha ini sebenarnya sangat ideal karena di satu sisi akan menumbuhkan keberadaan profil wirausaha baru yang mampu menjadi pusat sirkulasi baik nilai ataupun keterampilan bagi anggotanya,” tambahnya lagi.
Lebih lanjut, iLik mengatakan, “Setiap orang yang akan memasuki bisnis harus memiliki kompetensi inti yang harus diperjuangkannya dan menjadi mahir di dalamnya,” ujarnya.
Sukses adalah sebuah petualangan, bukan sebuah tujuan. Inilah pepatah lama yang sebaiknya menjadi bekal. Ini akan menjadi bekal bagi setiap orang yang memasuki pintu kewirausahaan di mana setiap orang akan memahami kesuksesan adalah sebuah proses bukan sebuah nilai akhir yang harus dikejar. Proses yang harus diperjuangkan.
Perhatian Pemerintah Kota Semarang terhadap penurunan angka kemiskinan menduduki prioritas penting dalam skema pembangunan kota ini di bawah kepemimpinan Sukawi Sutarip. Walikota yang akan mengakhiri masa jabatannya pada 2010 ini ternyata memiliki kebijakan lintas sektoral yang diharapkan mampu menggerakkan ekonomi produktif kota menjadi sebuah klaster usaha mikro-kecil yang baru. Salah satunya adalah berbagai upaya yang berkaitan dengan minimalisasi angka pengangguran melalui kegiatan penciptaan Wirausaha Baru yang dilakukan melalui Disnakertrans Kota Semarang.
Melalui kegiatan ini, Disnakertrans mencoba melakukan stimulasi penciptaan klaster ekonomi produktif berskala mikro-kecil dengan membentuk kelompok. Mereka yang mengajukan proposal diwajibkan sebelumnya sudah memulai rintisan usaha. Melalui program ini mereka diberi stimulasi berupa pelatihan teknis dan mentalitas kewirausahaan sebelum akhirnya diberi bantuan modal yang besarnya hingga Rp 1 juta per orangnya. Satu kelompok diwajibkan mampu memfasilitasi sekitar 15 individu baru untuk bewirausaha. Pada tahun anggaran ini, dijadwalkan ada 21 kelompok yang akan mendapat stimulasi bantuan dari program ini.
iLik sAs yang mendapat kepercayaan menjadi narasumber mentalitas kewirausahaan telah memfasilitasi mentalitas kewirausahaan di 3 kelompok yaitu klaster industri lukis kaos di Kecamatan Gajahmungkur, klaster petani anggrek di Kecamatan Tembalang, dan klaster industri konveksi di Kecamatan Tugu. Senin ini, iLik akan memfasilitasi mentalitas kewirausahaan bagi para petani lele di Kecamatan Gunungpati. Rata-rata dari mereka memiliki karakteristik yang sama : baru saja memasuki gerbang kewirausahaan. Bahkan , jujur di antara mereka masih ada yang dalam taraf coba-coba. Inilah yang menurut iLik harus diubah secara mentalitas. “Bisnis jangan coba-coba,” ujarnya mantap dalam hampir setiap perjumpaan.
Taraf coba-coba ini tentu saja wajar karena sebagian besar dari peserta pelatihan adalah muda usia. Secara produktivitas dan keterampilan mereka memang unggul tetapi komitmen untuk memasuki gerbang kewirausahaan seringkali harus bersinggungan dengan mentalitas menjadi pegawai yang sudah mendarah-daging dalam konstruksi masyarakat kita. “Inilah yang membuat mereka harus benar-benar memilih, kalau tidak jika mereka mulai menurun semangatnya akan memengaruhi teman-teman yang sudah tidak coba-coba,” sambungnya. Permasalahan laten ini merupakan problem fundamental di hampir seluruh klaster ekonomi produktif yang tengah berkembang.
Sebagai solusinya, iLik menggarisbawahi pentingnya peranan pendamping dalam sebuah klaster ekonomi produktif ini. “Pendampingnya harus merupakan figur sentral yang kuat dan mampu menjadi pusat nilai bagi anggotanya,” tuturnya. Keberadaan model pendampingan ini yang kemudian membuat JRU bisa berjalan berkelanjutan hingga saat ini. “Model pendampingan usaha ini sebenarnya sangat ideal karena di satu sisi akan menumbuhkan keberadaan profil wirausaha baru yang mampu menjadi pusat sirkulasi baik nilai ataupun keterampilan bagi anggotanya,” tambahnya lagi.
Lebih lanjut, iLik mengatakan, “Setiap orang yang akan memasuki bisnis harus memiliki kompetensi inti yang harus diperjuangkannya dan menjadi mahir di dalamnya,” ujarnya.
Sukses adalah sebuah petualangan, bukan sebuah tujuan. Inilah pepatah lama yang sebaiknya menjadi bekal. Ini akan menjadi bekal bagi setiap orang yang memasuki pintu kewirausahaan di mana setiap orang akan memahami kesuksesan adalah sebuah proses bukan sebuah nilai akhir yang harus dikejar. Proses yang harus diperjuangkan.