FORUM WEDANGAN JRU-BI SEMARANG-TRANSMEDIA
Kewirausahaan Membutuhkan Tradisi Kultural
Jaringan RumahUSAHA kembali menggelar kegiatan reriungan santai dan inspiratif, Forum Wedangan. Kali ini bersama dengan Bank Indonesia Semarang & Penerbit Transmedia Jakarta. JRU mengangkat tema “Kewirausahaan, Jalan menuju Kemaslahatan”. Forum Wedangan kali ini menghadirkan Prie GS (budayawan dan motivator bisnis), Mahdi Mahmudi (Deputi Pemimpin Bank Indonesia Semarang), dan Hikmat Kurnia (pengusaha pemilik Kelompok Agromedia Pustaka). Acara berlangsung di Ruang Lokapala, Gedung Bank Indonesia Lantai 8 pada Selasa (9/6) yang lalu.
Bukan Jaringan RumahUSAHA jika tidak bisa membuat sebuah terobosan fenomenal yang keluar dari tradisi selayaknya. Forum Wedangan kali ini tampil khusus karena diselenggarakan di Ruang Lokapala, Gedung Bank Indonesia Semarang yang mewah. Penyelenggaraan yang biasanya dilakukan malam hari juga kali ini diselenggarakan siang menjelang sore. Forum Wedangan kali ini juga merupakan hasil kolaborasi dari tiga institusi yaitu Jaringan RumahUSAHA, Kantor Bank Indonesia Semarang, dan Penerbit Transmedia Pustaka Jakarta.
Pada forum kali ini, tetamu diajak untuk mengkaji kembali kedalaman sebuah proses kewirausahaan yang dihantarkan oleh Prie GS dengan profil Mahdi Mahmudi dan Hikmat Kurnia. Prie GS mengingatkan kembali tetamu yang hadir akan relevansi sebuah kantong emosional dan spiritual yang dibentuk atas dasar sebuah proses. Prie menceritakan bagaimana banyak bisnis yang dirintisnya kemudian harus mengalami sebuah kebangkrutan tetapi silaturahmi di antara mereka tetap mendatangkan rezeki kebahagiaan. Ada satu pengalaman yang dibagikan, Prie GS menceritakan cerita uniknya bersama dengan iLik sAs yang membeli rumah di sebuah daerah di Pucanggading tanpa pernah melihat satupun bentuk fisik rumahnya hingga hari ini. Ini boleh dibilang hal yang musykil, tetapi bagaimanapun juga hal tersebut mendatangkan sebuah rezeki tersendiri ketika sertifikat rumah tersebut memiliki nilai hampir dua kali lipat dibandingkan harga dasarnya ketika “disekolahkan” ke sebuah lembaga keuangan.
Tabungan-tabungan emosional semacam itulah yang kemudian menjadi sebuah prasyarat penting bagi perjalanan kewirausahaan seseorang. Pendeknya, seseorang sesungguhnya seharusnya lebih berfokus pada menyiapkan dirinya dulu dengan mengambil kuota penderitaan dan berpikir besar ketimbang harus bergelut dengan serangkaian seminar dan pelatihan bisnis yang semakin ruwet semakin mahal.
Hikmat Kurnia kemudian menceritakan perjalanannya menjadi salah satu kampiun industri perbukuan nasional dengan menggadaikan seluruh kehidupan keluarganya usai memutuskan keluar dari sebuah kelompok penerbitan besar. Dia menceritakan bagaimana dirinya harus membiasakan diri bertemu dengan mantan wiraniaganya dengan berpuluh buku yang diantarkan ke toko buku yang dibawanya sendiri. Lebih lanjut, Hikmat menjelaskan jika dirinya kemudian mencoba melakukan terobosan kreatif dengan fasilitasi penulisan buku melalui kegiatan reportase. Inilah yang menjadi akselerator bisnisnya hingga bisa menjadi salah satu yang terbesar di industri perbukuan nasional. Bagi Prie GS, kesediaan dan keberanian Hikmat inilah yang menjadikan dirinya mampu mengalami sebuah percepatan karena sudah berani mengambil sebuah proses untuk menjalani kegiatan tersebut. Apalagi, keberadaan perusahaan yang dipimpinnya kini diyakini harus bisa menghidupi banyak orang dan untuk kemaslahatan yang lebih luas.
Setali tiga uang dengan Hikmat yang memiliki keyakinan untuk berkarya lebih, Bank Indonesia melalui kegiatan pemberdayaan sektor riil dan UMKM yakin jika kegiatan ekonomi masyarakat harus ditumbuhkan sebagai peran serta konkret untuk mendukung pembangunan. Namun, Bank Indonesia yang fungsinya saat ini menjelma menjadi sebuah lembaga moneter semata, menjadikannya peran serta tersebut lebih berorientasi kepada pengembangan bantuan teknis. Bisa dibilang, semenjak bertransformasi menjadi bantuan teknis inilah, peran serta Bank Indonesia mampu membuktikan kehadirannya dengan adanya karya nyata berupa revitalisasi industri rotan di Trangsan, Gatak, Sukoharjo, partisipasi dalam kegiatan Pendidikan Wiramuda, dan yang sedang dirintis hari ini adalah pengembangan sentra industri bordir di Padurenan, Kudus.
Mengambil benang merah dari itu semua, Prie GS kemudian mengaitkan semua itu dengan sebuah identitas kultural yang membuat kita berpikir jauh lebih arif dan dalam. Melalui penampilan materi presentasinya yang dibilang unik, Prie GS mengajak audiens untuk menyikapi sebuah keterbatasan dengan kedalaman pemaknaan akan hidup. Bahwa hidup memang harus menantang maut benar adanya, selayaknya hidup memang harus diperjuangkan. Inilah yang menjadi ciri khusus bagi seorang wirausaha berkarakter, di mana di dalam hati wirausaha tersebut tersimpan sebuah tradisi kultural positif yang mampu mendatangkan manfaat bagi sesama.
Bukan Jaringan RumahUSAHA jika tidak bisa membuat sebuah terobosan fenomenal yang keluar dari tradisi selayaknya. Forum Wedangan kali ini tampil khusus karena diselenggarakan di Ruang Lokapala, Gedung Bank Indonesia Semarang yang mewah. Penyelenggaraan yang biasanya dilakukan malam hari juga kali ini diselenggarakan siang menjelang sore. Forum Wedangan kali ini juga merupakan hasil kolaborasi dari tiga institusi yaitu Jaringan RumahUSAHA, Kantor Bank Indonesia Semarang, dan Penerbit Transmedia Pustaka Jakarta.
Pada forum kali ini, tetamu diajak untuk mengkaji kembali kedalaman sebuah proses kewirausahaan yang dihantarkan oleh Prie GS dengan profil Mahdi Mahmudi dan Hikmat Kurnia. Prie GS mengingatkan kembali tetamu yang hadir akan relevansi sebuah kantong emosional dan spiritual yang dibentuk atas dasar sebuah proses. Prie menceritakan bagaimana banyak bisnis yang dirintisnya kemudian harus mengalami sebuah kebangkrutan tetapi silaturahmi di antara mereka tetap mendatangkan rezeki kebahagiaan. Ada satu pengalaman yang dibagikan, Prie GS menceritakan cerita uniknya bersama dengan iLik sAs yang membeli rumah di sebuah daerah di Pucanggading tanpa pernah melihat satupun bentuk fisik rumahnya hingga hari ini. Ini boleh dibilang hal yang musykil, tetapi bagaimanapun juga hal tersebut mendatangkan sebuah rezeki tersendiri ketika sertifikat rumah tersebut memiliki nilai hampir dua kali lipat dibandingkan harga dasarnya ketika “disekolahkan” ke sebuah lembaga keuangan.
Tabungan-tabungan emosional semacam itulah yang kemudian menjadi sebuah prasyarat penting bagi perjalanan kewirausahaan seseorang. Pendeknya, seseorang sesungguhnya seharusnya lebih berfokus pada menyiapkan dirinya dulu dengan mengambil kuota penderitaan dan berpikir besar ketimbang harus bergelut dengan serangkaian seminar dan pelatihan bisnis yang semakin ruwet semakin mahal.
Hikmat Kurnia kemudian menceritakan perjalanannya menjadi salah satu kampiun industri perbukuan nasional dengan menggadaikan seluruh kehidupan keluarganya usai memutuskan keluar dari sebuah kelompok penerbitan besar. Dia menceritakan bagaimana dirinya harus membiasakan diri bertemu dengan mantan wiraniaganya dengan berpuluh buku yang diantarkan ke toko buku yang dibawanya sendiri. Lebih lanjut, Hikmat menjelaskan jika dirinya kemudian mencoba melakukan terobosan kreatif dengan fasilitasi penulisan buku melalui kegiatan reportase. Inilah yang menjadi akselerator bisnisnya hingga bisa menjadi salah satu yang terbesar di industri perbukuan nasional. Bagi Prie GS, kesediaan dan keberanian Hikmat inilah yang menjadikan dirinya mampu mengalami sebuah percepatan karena sudah berani mengambil sebuah proses untuk menjalani kegiatan tersebut. Apalagi, keberadaan perusahaan yang dipimpinnya kini diyakini harus bisa menghidupi banyak orang dan untuk kemaslahatan yang lebih luas.
Setali tiga uang dengan Hikmat yang memiliki keyakinan untuk berkarya lebih, Bank Indonesia melalui kegiatan pemberdayaan sektor riil dan UMKM yakin jika kegiatan ekonomi masyarakat harus ditumbuhkan sebagai peran serta konkret untuk mendukung pembangunan. Namun, Bank Indonesia yang fungsinya saat ini menjelma menjadi sebuah lembaga moneter semata, menjadikannya peran serta tersebut lebih berorientasi kepada pengembangan bantuan teknis. Bisa dibilang, semenjak bertransformasi menjadi bantuan teknis inilah, peran serta Bank Indonesia mampu membuktikan kehadirannya dengan adanya karya nyata berupa revitalisasi industri rotan di Trangsan, Gatak, Sukoharjo, partisipasi dalam kegiatan Pendidikan Wiramuda, dan yang sedang dirintis hari ini adalah pengembangan sentra industri bordir di Padurenan, Kudus.
Mengambil benang merah dari itu semua, Prie GS kemudian mengaitkan semua itu dengan sebuah identitas kultural yang membuat kita berpikir jauh lebih arif dan dalam. Melalui penampilan materi presentasinya yang dibilang unik, Prie GS mengajak audiens untuk menyikapi sebuah keterbatasan dengan kedalaman pemaknaan akan hidup. Bahwa hidup memang harus menantang maut benar adanya, selayaknya hidup memang harus diperjuangkan. Inilah yang menjadi ciri khusus bagi seorang wirausaha berkarakter, di mana di dalam hati wirausaha tersebut tersimpan sebuah tradisi kultural positif yang mampu mendatangkan manfaat bagi sesama.