Wiramuda Goes to Bandung
Carilah ilmu sampai ke negeri China. Itu adalah pepatah kuno yang mengisyaratkan tak ada batasan geografis jika harus berurusan dnegan mencari ilmu. Inilah yang sekarang coba diterobos oleh tiga orang Wiramuda, Serena Marga, Lina Luthfiana, dan Reza Dwi Purwanto. Ketiganya kini sedang menimba ilmu di bidang industri kreatif, langsung di salah satu magnetnya, Bandung.
Menjadi seorang wirausaha tentu saja harus memiliki sebuah keyakinan jika tak ada batasan geografis yang menjadi tantangan. Produk yang dihasilkan di kota sekelas Kudus, hari ini bisa menjelajah benua Eropa dan menjadi salah satu varian rokok yang diyakini paling sedap di dunia rasanya. Mungkin juga produk buatan China yang perlahan tapi pasti membanjiri Indonesia, bukan tidak mungkin dihasilkan dari sebuah kota dengan luasan yang tidak lebih luas ketimbang Wonogiri atau Kroya. Ya, sepanjang semuanya memiliki sebuah nilai jual yang bisa dipertukarkan dengan luas, bukan tidak mungkin implikasi sebuah proses kewirausahaan tersebut bisa melampaui batasan geografis.
Proses inilah yang tengah dihayati oleh ketiga Wiramuda kita yang memiliki kesempatan untuk belajar langsung di salah satu magnet industri kreatif Indonesia, Bandung. Di kota kreatif tersebut, ketiganya kini sedang melakukan proses pemagangan pada sentra industri garmen berskala mikro yang dikelola oleh salah seorang kerabat JRU, Noverita dan Budddy Gouthama yang berkenan berbagi ilmu bersama para Wiramuda. Selain itu, mereka juga memiliki kesempatan emas untuk melihat berbagai derivasi produk kreatif yang bisa saja belum ditemukan di Jawa Tengah tetapi sangat mungkin untuk diberdayakan sebagai sebuah komoditas.
Keberangkatan mereka diantar langsung oleh Koordinator Relawan JRU, iLik sAs bersama dengan beberapa relawan yang menyertainya yaitu Ririn Narulita, Ari Rachmawati, dan Sutar Adijoyo beberapa waktu lalu. Magma kreatif Bandung yang sudah dikenal sebagai Bandungnomics tersebut diharapkan bisa memberikan sebuah pengajaran hidup bagi ketiganya. Hampir seluruh industri kreatif bergerak di kota sejuk ini, dan Wiramuda diharapkan mampu memberi warna baru bagi kewirausahaan di kota ini melalui sentuhan kreativitas. “Tentu saja langkah ini ditempuh karena kami sudah memastikan infrastruktur di sana mampu dan mendukung mereka untuk tertantang lebih kreatif,” tutur iLik sAs dalam keterangan kepada sidang relawan ketika akan melepas kepergian mereka bersama.
Industri garmen yang harus bersaing dengan gempuran produk China tentu saja adalah sebuah pelajaran bagus bagi mereka. Ini penting sebab selama ini Wiramuda bersentuhan dengan sebuah kompleks industri mikro di bidang grafika yang relatif memiliki nilai kompetisi tinggi tetapi ditunjang dengan infrastruktur mandiri yang amat memadai. Selain itu, produk grafika kreatif dari China relatif belum menjadi ancaman dalam waktu dekat. Sedangkan, produk garmen adalah salah satu industri yang paling terpukul dengan keberadaan produk China. Hampir seluruh infrastruktur industri tersebut lumpuh dan menjadikan pasar tersubordinasi ke dalam ketergantungan impor sistemik dari negeri Tirai Bambu tersebut, dari hulu hingga hilir. “Inilah tantangan unik yang diharapkan bisa menjadi pelajaran untuk mereka,” tambah iLik.
Tantangan faktual seperti itu tentu saja bukan tidak mungkin akan merembet ke sisi industri mikro lainnya, termasuk di dalamnya industri grafika kreatif. Menurut Lina Luthfiana, Wiramuda yang kebagian berangkat ini, industri kreatif adalah salah satu solusinya. “Saya melihat hanya kreativitas yang bisa membuat semua lini industri mampu menghadapi gempuran produk murah,” tuturnya. Produk berskala massal yang selama ini menjadi “lagu wajib” harus diubah menjadi produk fokus yang tidak hanya mampu memenuhi “need” ceruk pasar tetapi juga menyentuh “want” pasar. “Nah inilah yang mungkin bisa dijawab lewat keterlibatan intensif kami di Bandung. Semoga,” sambung Lina.
Apapun manfaatnya, yang terpenting, muhibah ke Bandung selama beberapa bulan ini haruslah menjadi “milestone” bagi mereka bertiga yang nantinya juga akan menjadi virus positif bagi teman yang lain. Pamong Pratama Pendidikan Wiramuda, Adhimmas Nugroho menerangkan jika program magang muhibah ini akan dirintis oleh JRU ke kota-kota lainnya yang memiliki potensi pengembangan industri kreatif bagi sebuah medium pembelajaran bagi Wiramuda. “Program muhibah ini semoga bisa menjadi sebuah medium “contextual learning” di mana hanya langit dan bumi yang menjadi batas kelas mereka,” ujarnya.
Selamat belajar, semoga inspirasi kreatif Bandung menjadi sebuah enigma berkepanjangan yang membuat mereka terus hidup dan menghidupinya!
Menjadi seorang wirausaha tentu saja harus memiliki sebuah keyakinan jika tak ada batasan geografis yang menjadi tantangan. Produk yang dihasilkan di kota sekelas Kudus, hari ini bisa menjelajah benua Eropa dan menjadi salah satu varian rokok yang diyakini paling sedap di dunia rasanya. Mungkin juga produk buatan China yang perlahan tapi pasti membanjiri Indonesia, bukan tidak mungkin dihasilkan dari sebuah kota dengan luasan yang tidak lebih luas ketimbang Wonogiri atau Kroya. Ya, sepanjang semuanya memiliki sebuah nilai jual yang bisa dipertukarkan dengan luas, bukan tidak mungkin implikasi sebuah proses kewirausahaan tersebut bisa melampaui batasan geografis.
Proses inilah yang tengah dihayati oleh ketiga Wiramuda kita yang memiliki kesempatan untuk belajar langsung di salah satu magnet industri kreatif Indonesia, Bandung. Di kota kreatif tersebut, ketiganya kini sedang melakukan proses pemagangan pada sentra industri garmen berskala mikro yang dikelola oleh salah seorang kerabat JRU, Noverita dan Budddy Gouthama yang berkenan berbagi ilmu bersama para Wiramuda. Selain itu, mereka juga memiliki kesempatan emas untuk melihat berbagai derivasi produk kreatif yang bisa saja belum ditemukan di Jawa Tengah tetapi sangat mungkin untuk diberdayakan sebagai sebuah komoditas.
Keberangkatan mereka diantar langsung oleh Koordinator Relawan JRU, iLik sAs bersama dengan beberapa relawan yang menyertainya yaitu Ririn Narulita, Ari Rachmawati, dan Sutar Adijoyo beberapa waktu lalu. Magma kreatif Bandung yang sudah dikenal sebagai Bandungnomics tersebut diharapkan bisa memberikan sebuah pengajaran hidup bagi ketiganya. Hampir seluruh industri kreatif bergerak di kota sejuk ini, dan Wiramuda diharapkan mampu memberi warna baru bagi kewirausahaan di kota ini melalui sentuhan kreativitas. “Tentu saja langkah ini ditempuh karena kami sudah memastikan infrastruktur di sana mampu dan mendukung mereka untuk tertantang lebih kreatif,” tutur iLik sAs dalam keterangan kepada sidang relawan ketika akan melepas kepergian mereka bersama.
Industri garmen yang harus bersaing dengan gempuran produk China tentu saja adalah sebuah pelajaran bagus bagi mereka. Ini penting sebab selama ini Wiramuda bersentuhan dengan sebuah kompleks industri mikro di bidang grafika yang relatif memiliki nilai kompetisi tinggi tetapi ditunjang dengan infrastruktur mandiri yang amat memadai. Selain itu, produk grafika kreatif dari China relatif belum menjadi ancaman dalam waktu dekat. Sedangkan, produk garmen adalah salah satu industri yang paling terpukul dengan keberadaan produk China. Hampir seluruh infrastruktur industri tersebut lumpuh dan menjadikan pasar tersubordinasi ke dalam ketergantungan impor sistemik dari negeri Tirai Bambu tersebut, dari hulu hingga hilir. “Inilah tantangan unik yang diharapkan bisa menjadi pelajaran untuk mereka,” tambah iLik.
Tantangan faktual seperti itu tentu saja bukan tidak mungkin akan merembet ke sisi industri mikro lainnya, termasuk di dalamnya industri grafika kreatif. Menurut Lina Luthfiana, Wiramuda yang kebagian berangkat ini, industri kreatif adalah salah satu solusinya. “Saya melihat hanya kreativitas yang bisa membuat semua lini industri mampu menghadapi gempuran produk murah,” tuturnya. Produk berskala massal yang selama ini menjadi “lagu wajib” harus diubah menjadi produk fokus yang tidak hanya mampu memenuhi “need” ceruk pasar tetapi juga menyentuh “want” pasar. “Nah inilah yang mungkin bisa dijawab lewat keterlibatan intensif kami di Bandung. Semoga,” sambung Lina.
Apapun manfaatnya, yang terpenting, muhibah ke Bandung selama beberapa bulan ini haruslah menjadi “milestone” bagi mereka bertiga yang nantinya juga akan menjadi virus positif bagi teman yang lain. Pamong Pratama Pendidikan Wiramuda, Adhimmas Nugroho menerangkan jika program magang muhibah ini akan dirintis oleh JRU ke kota-kota lainnya yang memiliki potensi pengembangan industri kreatif bagi sebuah medium pembelajaran bagi Wiramuda. “Program muhibah ini semoga bisa menjadi sebuah medium “contextual learning” di mana hanya langit dan bumi yang menjadi batas kelas mereka,” ujarnya.
Selamat belajar, semoga inspirasi kreatif Bandung menjadi sebuah enigma berkepanjangan yang membuat mereka terus hidup dan menghidupinya!