Laboratorium Cetak Sekolah Kewirausahaan Mulai Beroperasi
Realisasi program Sekolah Kewirausahaan KRU-Kenshusei menapaki babak baru dengan operasionalisasi laboratorium cetak yang berada di Kompleks BP Dikjur. Operasionalisasi laboratorium cetak tersebut dimaksudkan sebagai media pembelajaran keterampilan sekaligus praktik langsung bisnis grafika yang menjadi salah satu bidang garapan.
Bisnis grafika adalah salah satu bisnis yang di atas kertas bisa dikatakan sederhana. Mesin cetak yang bisa dijalankan saat ini relatif bervariasi sesuai dengan teknologi. Pasarnya pun terbuka luas karena hampir seluruh bidang kehidupan manusia tidak lepas dari ranah grafika. Berbagai ragam produk turunan yang dihasilkan juga hampir tidak terbatas, semuanya bergantung dari kreativitas manusia. Tetapi, semua itu tidak akan bisa menjadi kenyataan tanpa adanya pengetahuan dan keterampilan bisnis riil yang sesuai dengan lingkungan bisnis tersebut.
Hal ini dikemukakan oleh Supardi, relawan Jaringan RumahUSAHA yang sudah dua dekade menekuni dunia grafika. Pendidikannya yang SMEA tidak membuatnya patah arang menjalani pilihannya menjadi profesional di dunia grafika. Mulai dari tingkatan operator, penyelia operator, hingga pemilik usaha kini sudah genap dijalaninya. Bersama dengan relawan JRU lainnya, kini Supardi memiliki puluhan mesin cetak yang menjadi tanggung jawabnya. Kini, Supardi didaulat menjadi pendamping teknis dan staf ahli JRU-Kenshusei untuk terjun langsung mendampingi para eks-pemagang Jepang yang ingin menekuni dunia cetak.
“Sudah menjadi komitmen kami sebagai JRU untuk terus berbuat baik melalui apa yang kami miliki, pengetahuan sekaligus komitmen untuk mendampingi,” tutur Supardi. Sebuah mesin cetak Ryobi 500-K yang dibiayai bersama antara Puspa Offset dan Ikatan Kenshusei Jawa Tengah menjadi lahan pembelajaran bagi Setia Budi dan Sugeng Prasetyo. Keduanya adalah eks-pemagang Jepang yang ditugaskan untuk menjadi fasilitator nantinya di laboratorium cetak JRU-Kenshusei.
Budi dan Pras—begitu keduanya biasa disapa sebelumnya sudah menjalani pemagangan selama sebulan di Delta Media Grafika. Pemagangan yang lebih berorientasi teori dan teknis tersebut kini lebih diperdalam ke ranah teknis, termasuk di dalamnya langsung berproduksi. “Desain pendampingan kami memang diarahkan ke “problem based learning”, di mana peserta pendampingan diarahkan untuk menemukan masalah dan mencoba mengatasi masalah tersebut,” tutur Supardi menjelaskan metode pembelajaran di laboratorium cetak ini nantinya.
Alif Romdhoni, Ketua Ikatan Kenshusei Jawa Tengah yang juga menjadi Koordinator JRU-Kenshusei melanjutkan jika pihaknya berharap nantinya akan lahir berbagai wirausaha grafika baru dari laboratorium ini. “Ke depan, kami ingin melihat ada beragam alternatif berwirausaha bagi eks-pemagang Jepang, salah satunya melalui keberadaan laboratorium cetak ini.” Selamat belajar dan semoga cita-cita untuk menumbuhkan wirausaha baru di bidang grafika menjadi kenyataan.
Bisnis grafika adalah salah satu bisnis yang di atas kertas bisa dikatakan sederhana. Mesin cetak yang bisa dijalankan saat ini relatif bervariasi sesuai dengan teknologi. Pasarnya pun terbuka luas karena hampir seluruh bidang kehidupan manusia tidak lepas dari ranah grafika. Berbagai ragam produk turunan yang dihasilkan juga hampir tidak terbatas, semuanya bergantung dari kreativitas manusia. Tetapi, semua itu tidak akan bisa menjadi kenyataan tanpa adanya pengetahuan dan keterampilan bisnis riil yang sesuai dengan lingkungan bisnis tersebut.
Hal ini dikemukakan oleh Supardi, relawan Jaringan RumahUSAHA yang sudah dua dekade menekuni dunia grafika. Pendidikannya yang SMEA tidak membuatnya patah arang menjalani pilihannya menjadi profesional di dunia grafika. Mulai dari tingkatan operator, penyelia operator, hingga pemilik usaha kini sudah genap dijalaninya. Bersama dengan relawan JRU lainnya, kini Supardi memiliki puluhan mesin cetak yang menjadi tanggung jawabnya. Kini, Supardi didaulat menjadi pendamping teknis dan staf ahli JRU-Kenshusei untuk terjun langsung mendampingi para eks-pemagang Jepang yang ingin menekuni dunia cetak.
“Sudah menjadi komitmen kami sebagai JRU untuk terus berbuat baik melalui apa yang kami miliki, pengetahuan sekaligus komitmen untuk mendampingi,” tutur Supardi. Sebuah mesin cetak Ryobi 500-K yang dibiayai bersama antara Puspa Offset dan Ikatan Kenshusei Jawa Tengah menjadi lahan pembelajaran bagi Setia Budi dan Sugeng Prasetyo. Keduanya adalah eks-pemagang Jepang yang ditugaskan untuk menjadi fasilitator nantinya di laboratorium cetak JRU-Kenshusei.
Budi dan Pras—begitu keduanya biasa disapa sebelumnya sudah menjalani pemagangan selama sebulan di Delta Media Grafika. Pemagangan yang lebih berorientasi teori dan teknis tersebut kini lebih diperdalam ke ranah teknis, termasuk di dalamnya langsung berproduksi. “Desain pendampingan kami memang diarahkan ke “problem based learning”, di mana peserta pendampingan diarahkan untuk menemukan masalah dan mencoba mengatasi masalah tersebut,” tutur Supardi menjelaskan metode pembelajaran di laboratorium cetak ini nantinya.
Alif Romdhoni, Ketua Ikatan Kenshusei Jawa Tengah yang juga menjadi Koordinator JRU-Kenshusei melanjutkan jika pihaknya berharap nantinya akan lahir berbagai wirausaha grafika baru dari laboratorium ini. “Ke depan, kami ingin melihat ada beragam alternatif berwirausaha bagi eks-pemagang Jepang, salah satunya melalui keberadaan laboratorium cetak ini.” Selamat belajar dan semoga cita-cita untuk menumbuhkan wirausaha baru di bidang grafika menjadi kenyataan.