Entrepreneurship dalam Perspektif Islam
Kata wirausaha atau entrepreneurship sebenarnya tidak ada dalam teks suci Agama Islam. Kendati demikian, bukan berarti entrepreneurship tidak diperbolehkan dalam Islam. Justru sebaliknya, entrepreneurship sangat dianjurkan.
Entrepreneurship kini memang menjadi fenomena menarik. Banyak orang berbondong ingin menjadi entrepreneur. Baik tua maupun muda. Baik yang belum pernah berprofesi, maupun yang sebelumnya sudah menjadi karyawan. Iming-iming keberlimpahan materi dan ketenaran menjadi salah satu pendorong mereka. Diakui atau tidak, usahawan memang sangat dibutuhkan. Mereka membuka lapangan pekerjaan, tidak mencari pekerjaan. Hal inilah yang dianggap dapat membawa kemanfaatan kepada masyarakat. Apalagi, di jaman yang penuh persaingan seperti ini. Seseorang harus mampu menciptakan sesuatu yang baru secara kreatif. Oleh karena itu, menjadi seorang pengusaha dinilai menjadi salah satu instrumen efektif untuk mengurangi kemiskinan dan ketertinggalan sebuah bangsa.
Lalu, bagaimanakah sebenarnya entrepreneurship dalam perspektif Islam?
Kata kewirausahaan atau entrepreneurship sebenarnya tidak ada dalam teks suci Agama Islam. Kendati demikian, bukan berarti entrepreneurship tidak diperbolehkan dalam Islam. Justru sebaliknya, entrepreneurship sangat dianjurkan. Jika ditilik secara seksama, awalnya Islam adalah agama kaum pedagang. Islam lahir di kota dagang dan disebarkan oleh pedagang. Sampai abad ke-13, penyebaran Islam dilakukan oleh para pedagang muslim ke berbagai penjuru dunia.
Tidak heran jika entrepreneurship sudah melekat dan inheren dengan diri umat Islam. Entrepreneurship sesungguhnya mendapat tempat yang sangat tinggi dalam Islam. Islam mengangkat derajat kaum pedagang, dengan memberikannya kehormatan sebagai profesi pertama yang diwajibkan membayar zakat. Lagipula, sebagai umat yang ditunjuk sebagai khalifah, sudah sepantasnya kita menujukkan kepemimpinan di dunia.
Bahkan, Rasulullah SAW tak henti-hentinya menghimbau umatnya untuk menjalankan entrepreneurship dalam rangka mencari kesuksesan. Sebuah hadist menyebutkan bahwa 9 dari 10 pintu rejeki berasal dari berdagang. Dalam surat al-Jum’ah ayat 10 juga ditegaskan, “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” Dalam surat tersebut terdapat dua kata kunci, yaitu bertebaranlah dan carilah. Artinya, kita tidak hanya dituntut untuk bekerja dan berusaha. Tetapi juga menggunakan seluruh potensi dan kemampuan bisnis.
Pernahkah Anda melihat film Ketika Cinta Bertasbih? Inilah cerita lain yang dapat kita teladani. Kisah yang dituliskan Habiburrahman El Shirazy sarat akan amanat. Dengan apik, dia memadukan unsur islami dalam sebuah keteladanan berbisnis. Film ini bercerita tentang Azzam, salah seorang mahasiswa Universitas Al Azhar, Cairo. Sejak ayahnya meninggal dunia, ia merasa kesusahan membayar biaya kuliah. Oleh karena itu, situasi inilah yang memaksanya untuk mencari jalan mendapatkan dana.
Azzam mempunyai spirit entrepreneurship yang tinggi. Ia kemudian tak mau hanya berprofesi sebagai seorang mahasiswa. Namun ia juga mencoba menjadi pengusaha atau produsen tempe dan bakso. Azzam adalah satu-satunya mahasiswa Al Azhar asal Indonesia yang menjual bakso di Cairo. Ia tidak merasa malu sama sekali, karena menurutnya menjadi pedagang bakso bukanlah pekerjaan yang buruk. Justru menurutnya, seorang pedagang atau pengusaha adalah profesi yang luhur. Ia pun tidak ingin menjadi seorang pegawai kantoran. Ia bermimpi ingin menjadi konglomerat dengan kekayaan separuh pulau Jawa. Bagi anak-anak muda, tokoh Azzam bisa dijadikan teladan. Azzam merupakan potret manusia dengan spirit entrepreneur.
Banyak pula tokoh Islam yang dapat kita teladani. Selain Nabi Muhammad SAW, sebagian besar sahabat Rasulullah juga merupakan pedagang. Abdurrahman Bin Auf misalnya. Abdurrahman Bin Auf adalah sahabat Rasulullah SAW yang populer dengan kemandiriannya dalam berwirausaha. Ketika hijrah ke Madinah, Abdurrahman Bin Auf dikenalkan dengan Sa’ad Bin Rabi’ Al Anshori, yaitu salah seorang jutawan yang pemurah di Madinah. Tatkala itu, Abdurrahman pernah ditawari Sa’ad untuk memilih salah satu dari dua kebunnya yang sangat luas. Namun Abdurrahman menolaknya. Ia hanya meminta kepada Sa’ad agar ditunjukkan lokasi pasar di Madinah.
Abdurrahman adalah seorang pengusaha kaya yang sangat dermawan. Ia menyantuni para veteran perang badar dan menyantuni para janda Rasulullah. Ia juga memberi makan anak yatim dan fakir miskin di Madinah. Abdurrahman Bin Auf adalah salah seorang sahabat yang punya kepribadian luar biasa. Ia tahu dan mampu bagaimana menempatkan dirinya. Ia mampu membagi tugas, baik di masjid, di pasar, di keluarga, maupun pada saat di medan perang. Selama berperang, ia menyerahkan bisnisnya kepada anak buah. Selepas perang, ia akan aktif kembali mengelola bisnis.
Ia merupakan sosok terpuji yang patut diteladani. Ia adalah pebisnis yang sukses dan sangat disegani. Ia tak hanya memiliki ketajaman bisnis yang menunjukkan profesionalitasnya. Namun juga akhlak yang merupakan cermin kepribadian seorang pemimpin. Ia mempunyai kapasitas dan peran yang besar dalam mengembangkan sosial ekonomi masyarakat Islam, khususnya di kota Madinah. Sejak awal, sudah banyak pengorbanan dan penderitaan yang ia lewati. Oleh karena itu, kini ia menjadi salah ssatu orang yang namanya tercatat dalam sejarah Islam dengan tinta emas.
Kini tak ada lagi yang perlu risau jika ingin menjadi seorang entrepreneur. Yang terpenting adalah bagaimana kita memasukkan unsur spirit islami ke dalam entrepreneurship. Islam menekankan pentingnya pembangunan dan penegakkan budaya entrepreneurship dalam kehidupan setiap muslim. Budaya ini meliputi sifat-sifat dasar yang mendorong untuk menjadi pribadi kreatif, handal, serta bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Mental inilah yang akan membuat kita tetap eksis dalam pertarungan bisnis.
Serena Marga
Wiramuda, Relawan JRU
twitter: @saoriserena
Entrepreneurship kini memang menjadi fenomena menarik. Banyak orang berbondong ingin menjadi entrepreneur. Baik tua maupun muda. Baik yang belum pernah berprofesi, maupun yang sebelumnya sudah menjadi karyawan. Iming-iming keberlimpahan materi dan ketenaran menjadi salah satu pendorong mereka. Diakui atau tidak, usahawan memang sangat dibutuhkan. Mereka membuka lapangan pekerjaan, tidak mencari pekerjaan. Hal inilah yang dianggap dapat membawa kemanfaatan kepada masyarakat. Apalagi, di jaman yang penuh persaingan seperti ini. Seseorang harus mampu menciptakan sesuatu yang baru secara kreatif. Oleh karena itu, menjadi seorang pengusaha dinilai menjadi salah satu instrumen efektif untuk mengurangi kemiskinan dan ketertinggalan sebuah bangsa.
Lalu, bagaimanakah sebenarnya entrepreneurship dalam perspektif Islam?
Kata kewirausahaan atau entrepreneurship sebenarnya tidak ada dalam teks suci Agama Islam. Kendati demikian, bukan berarti entrepreneurship tidak diperbolehkan dalam Islam. Justru sebaliknya, entrepreneurship sangat dianjurkan. Jika ditilik secara seksama, awalnya Islam adalah agama kaum pedagang. Islam lahir di kota dagang dan disebarkan oleh pedagang. Sampai abad ke-13, penyebaran Islam dilakukan oleh para pedagang muslim ke berbagai penjuru dunia.
Tidak heran jika entrepreneurship sudah melekat dan inheren dengan diri umat Islam. Entrepreneurship sesungguhnya mendapat tempat yang sangat tinggi dalam Islam. Islam mengangkat derajat kaum pedagang, dengan memberikannya kehormatan sebagai profesi pertama yang diwajibkan membayar zakat. Lagipula, sebagai umat yang ditunjuk sebagai khalifah, sudah sepantasnya kita menujukkan kepemimpinan di dunia.
Bahkan, Rasulullah SAW tak henti-hentinya menghimbau umatnya untuk menjalankan entrepreneurship dalam rangka mencari kesuksesan. Sebuah hadist menyebutkan bahwa 9 dari 10 pintu rejeki berasal dari berdagang. Dalam surat al-Jum’ah ayat 10 juga ditegaskan, “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” Dalam surat tersebut terdapat dua kata kunci, yaitu bertebaranlah dan carilah. Artinya, kita tidak hanya dituntut untuk bekerja dan berusaha. Tetapi juga menggunakan seluruh potensi dan kemampuan bisnis.
Pernahkah Anda melihat film Ketika Cinta Bertasbih? Inilah cerita lain yang dapat kita teladani. Kisah yang dituliskan Habiburrahman El Shirazy sarat akan amanat. Dengan apik, dia memadukan unsur islami dalam sebuah keteladanan berbisnis. Film ini bercerita tentang Azzam, salah seorang mahasiswa Universitas Al Azhar, Cairo. Sejak ayahnya meninggal dunia, ia merasa kesusahan membayar biaya kuliah. Oleh karena itu, situasi inilah yang memaksanya untuk mencari jalan mendapatkan dana.
Azzam mempunyai spirit entrepreneurship yang tinggi. Ia kemudian tak mau hanya berprofesi sebagai seorang mahasiswa. Namun ia juga mencoba menjadi pengusaha atau produsen tempe dan bakso. Azzam adalah satu-satunya mahasiswa Al Azhar asal Indonesia yang menjual bakso di Cairo. Ia tidak merasa malu sama sekali, karena menurutnya menjadi pedagang bakso bukanlah pekerjaan yang buruk. Justru menurutnya, seorang pedagang atau pengusaha adalah profesi yang luhur. Ia pun tidak ingin menjadi seorang pegawai kantoran. Ia bermimpi ingin menjadi konglomerat dengan kekayaan separuh pulau Jawa. Bagi anak-anak muda, tokoh Azzam bisa dijadikan teladan. Azzam merupakan potret manusia dengan spirit entrepreneur.
Banyak pula tokoh Islam yang dapat kita teladani. Selain Nabi Muhammad SAW, sebagian besar sahabat Rasulullah juga merupakan pedagang. Abdurrahman Bin Auf misalnya. Abdurrahman Bin Auf adalah sahabat Rasulullah SAW yang populer dengan kemandiriannya dalam berwirausaha. Ketika hijrah ke Madinah, Abdurrahman Bin Auf dikenalkan dengan Sa’ad Bin Rabi’ Al Anshori, yaitu salah seorang jutawan yang pemurah di Madinah. Tatkala itu, Abdurrahman pernah ditawari Sa’ad untuk memilih salah satu dari dua kebunnya yang sangat luas. Namun Abdurrahman menolaknya. Ia hanya meminta kepada Sa’ad agar ditunjukkan lokasi pasar di Madinah.
Abdurrahman adalah seorang pengusaha kaya yang sangat dermawan. Ia menyantuni para veteran perang badar dan menyantuni para janda Rasulullah. Ia juga memberi makan anak yatim dan fakir miskin di Madinah. Abdurrahman Bin Auf adalah salah seorang sahabat yang punya kepribadian luar biasa. Ia tahu dan mampu bagaimana menempatkan dirinya. Ia mampu membagi tugas, baik di masjid, di pasar, di keluarga, maupun pada saat di medan perang. Selama berperang, ia menyerahkan bisnisnya kepada anak buah. Selepas perang, ia akan aktif kembali mengelola bisnis.
Ia merupakan sosok terpuji yang patut diteladani. Ia adalah pebisnis yang sukses dan sangat disegani. Ia tak hanya memiliki ketajaman bisnis yang menunjukkan profesionalitasnya. Namun juga akhlak yang merupakan cermin kepribadian seorang pemimpin. Ia mempunyai kapasitas dan peran yang besar dalam mengembangkan sosial ekonomi masyarakat Islam, khususnya di kota Madinah. Sejak awal, sudah banyak pengorbanan dan penderitaan yang ia lewati. Oleh karena itu, kini ia menjadi salah ssatu orang yang namanya tercatat dalam sejarah Islam dengan tinta emas.
Kini tak ada lagi yang perlu risau jika ingin menjadi seorang entrepreneur. Yang terpenting adalah bagaimana kita memasukkan unsur spirit islami ke dalam entrepreneurship. Islam menekankan pentingnya pembangunan dan penegakkan budaya entrepreneurship dalam kehidupan setiap muslim. Budaya ini meliputi sifat-sifat dasar yang mendorong untuk menjadi pribadi kreatif, handal, serta bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Mental inilah yang akan membuat kita tetap eksis dalam pertarungan bisnis.
Serena Marga
Wiramuda, Relawan JRU
twitter: @saoriserena
Tidak ada komentar:
Silahkan isi komentar ...