Industri Kreatif Semarang ternyata Semarak!
Semarak! Itulah satu kata yang bisa menggambarkan bagaimana industri kreatif di Semarang. Ternyata, di kota yang identik dengan keringnya kreativitas ini terkandung sebuah magma potensi industri yang luar biasa.
Salah satu contohnya adalah desainer baju berkualifikasi internasional dan menjadi ranking 1 dalam situs kreatif GantiBaju.com adalah pria yang sehari-hari mengerjakan kreatifnya dari sebuah bilik di Bugangan. Dialah Dina Prasetyawan. Begitu juga potensi lainnya seperti sebuah komunitas animator yang kini tengah berjuang menjual karyanya seharga puluhan ribu dollar kepada klien di luar negeri.
Inilah yang terangkum dalam diskusi bertajuk Diskusi Komunitas Industri Kreatif yang dihelat bersama oleh Jaringan RumahUSAHA dan PUPUK Kadin Jawa Tengah yang diselenggarakan pada Senin (21/3) di Hotel Dafam Semarang.
Dari diskusi tersebut terungkap pula kesenjangan pemain desain grafis yang berkutat di kesenjangan kompetensi dengan kompensasi finansial. "Kami mengalami tantangan ketika pemain baru di dunia ini harus bersaing menawarkan harga murah," ujar Louise Je Tonno, pegiat desain grafis. Menanggapi hal tersebut, diskusi kemudian berkembang ke bagaimana agar desainer grafis tidak perlu memusingkan standar harga dan lainnya. Solusinya adalah denhan menciptakan produk kreatif yang mampu diproduksi massal dan bermanfaat untuk lebih banyak pasar.
Keterlibatan unsur pemerintah yang dirasa masih kurang disepakati bukan menjadi halangan, tetapi tantangan yang harus diantisipasi dengan gerakan nyata. Ridho dari Byar Creative Industry berbagi cerita bagaimana dirinya harus berjuang mewujudkan idealisme mengangkat perupa Semarang di luar jalur galeri melalui berbagai aktivitas yang dilakukannya. Dukungan pemerintah ternyata cuma janji yang tidak pernah terealisasi di akhir kesepakatan. Hal serupa juga terjadi pada komunitas pedagang antik yang pernah berharap realisasi pembangunan pasar benda antik di Semarang.
Berkaitan dengan bagaimana industri kreatif Semarang ke depannya. Gatot dari Kedai Kopi Buket dan Komunitas Jazz Ngisor Ringin menyampaikan pentingnya identitas. "Sebagai orang Semarang kita harus memiliki identitas tersendiri yang membanggakan," ujarnya. Ini yang masih kurang. Menanggapi hal tersebut iLik sAs, founder Jaringan RumahUSAHA dan pegiat industri kreatif, menyampaikan jika identitas tersebut idealnya bukan pada tataran yang sangat material. "Saya contohkan jika Jepang adalah sebuah bangsa yang terbangun identitasnya karena semangat Bushido-nya, jadi ketika tsunami menghajar mereka dalam waktu tidak lama lagi kita akan melihat kebangkitannya," tuturnya. Forum kemudian menyepakati jika identitas tersebut harus dibangun bersama sebagai sebuah "common value" yang didalamnya pasti penuh dengan unsur kreativitas.
Diskusi yang mempertemukan komunitas offline dan online tersebut juga dihadiri beberapa pegiat industri kreatif dan komunitas di Semarang seperti Donny Hendra Wibowo dan Nono (Komunitas Cah Semarang), Ridho (Byar Creative Industry), Dadang Pribadi (Orat-Oret Community), Astridarum (Komunitas Ganti Baju), Leidena Sekar Negari (Mahasiswa dan pegiat Komunitas Caraka Undip), Joni Izzudin (IIBF), Asyad (Komunitas Pedagang Antik), Dwini Lestariyanti dan Tri Meiyanti (Paguyuban UKM Semarang), serta Igo dan Maureen (Dinus Open Source Community). Forum juga mendapat kehormatan dengan kehadiran Wakil Ketua Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia (AKSI) yang juga pegiat pemberdayaan masyarakat melalui Komunitas Bunda Profesional, Septi Peni Wulandani yang hadir lengkap sekeluarga. Selain itu, Kadin Jawa Tengah yang diwakili oleh Direktur Eksekutif, Yunita Dwi Prasetyanti juga hadir bersama staf dari PP-UMKM.
Menanggapi dinamikan forum yang menunjukkan potensi luar biasa, Septi Peni Wulandani menyampaikan apresiasi dan mengingatkan jika yang paling penting dari semua ini adalah realisasi dari ide dan konsep yang tercurah. Forum ini ideal karena menggabungkan kekuatan offline dan online yang harus bertemu untuk membangun sinergi bersama. Yunita Dwi Prasetyanti, Direktur Eksekutif Kadin Jateng, berjanji siap untuk mendukung apapun yang tumbuh dari forum sore itu kepada "stakeholder" Kadin yang lengkap. "Kegiatan ini sangat bermanfaat dan Kadin Jateng bangga menjadi salah satu bagiannya untuk menumbuhkan industri kreatif kita bersama," tuturnya.
Agung Kurniawan, Koordinator Pengembangan JRU yang menjadi organizer acara menyampaikan jika seluruh acara ini merupakan rangkaian dari sebuah impian bersama untuk mewujudkan sebuah kebangkitan industri kreatif yang mandiri. "JRU membuka diri untuk menjadi motor dan inisiator dari kebangkitan komunitas kreatif ini," tuturnya.
Salah satu contohnya adalah desainer baju berkualifikasi internasional dan menjadi ranking 1 dalam situs kreatif GantiBaju.com adalah pria yang sehari-hari mengerjakan kreatifnya dari sebuah bilik di Bugangan. Dialah Dina Prasetyawan. Begitu juga potensi lainnya seperti sebuah komunitas animator yang kini tengah berjuang menjual karyanya seharga puluhan ribu dollar kepada klien di luar negeri.
Inilah yang terangkum dalam diskusi bertajuk Diskusi Komunitas Industri Kreatif yang dihelat bersama oleh Jaringan RumahUSAHA dan PUPUK Kadin Jawa Tengah yang diselenggarakan pada Senin (21/3) di Hotel Dafam Semarang.
Dari diskusi tersebut terungkap pula kesenjangan pemain desain grafis yang berkutat di kesenjangan kompetensi dengan kompensasi finansial. "Kami mengalami tantangan ketika pemain baru di dunia ini harus bersaing menawarkan harga murah," ujar Louise Je Tonno, pegiat desain grafis. Menanggapi hal tersebut, diskusi kemudian berkembang ke bagaimana agar desainer grafis tidak perlu memusingkan standar harga dan lainnya. Solusinya adalah denhan menciptakan produk kreatif yang mampu diproduksi massal dan bermanfaat untuk lebih banyak pasar.
Keterlibatan unsur pemerintah yang dirasa masih kurang disepakati bukan menjadi halangan, tetapi tantangan yang harus diantisipasi dengan gerakan nyata. Ridho dari Byar Creative Industry berbagi cerita bagaimana dirinya harus berjuang mewujudkan idealisme mengangkat perupa Semarang di luar jalur galeri melalui berbagai aktivitas yang dilakukannya. Dukungan pemerintah ternyata cuma janji yang tidak pernah terealisasi di akhir kesepakatan. Hal serupa juga terjadi pada komunitas pedagang antik yang pernah berharap realisasi pembangunan pasar benda antik di Semarang.
Berkaitan dengan bagaimana industri kreatif Semarang ke depannya. Gatot dari Kedai Kopi Buket dan Komunitas Jazz Ngisor Ringin menyampaikan pentingnya identitas. "Sebagai orang Semarang kita harus memiliki identitas tersendiri yang membanggakan," ujarnya. Ini yang masih kurang. Menanggapi hal tersebut iLik sAs, founder Jaringan RumahUSAHA dan pegiat industri kreatif, menyampaikan jika identitas tersebut idealnya bukan pada tataran yang sangat material. "Saya contohkan jika Jepang adalah sebuah bangsa yang terbangun identitasnya karena semangat Bushido-nya, jadi ketika tsunami menghajar mereka dalam waktu tidak lama lagi kita akan melihat kebangkitannya," tuturnya. Forum kemudian menyepakati jika identitas tersebut harus dibangun bersama sebagai sebuah "common value" yang didalamnya pasti penuh dengan unsur kreativitas.
Diskusi yang mempertemukan komunitas offline dan online tersebut juga dihadiri beberapa pegiat industri kreatif dan komunitas di Semarang seperti Donny Hendra Wibowo dan Nono (Komunitas Cah Semarang), Ridho (Byar Creative Industry), Dadang Pribadi (Orat-Oret Community), Astridarum (Komunitas Ganti Baju), Leidena Sekar Negari (Mahasiswa dan pegiat Komunitas Caraka Undip), Joni Izzudin (IIBF), Asyad (Komunitas Pedagang Antik), Dwini Lestariyanti dan Tri Meiyanti (Paguyuban UKM Semarang), serta Igo dan Maureen (Dinus Open Source Community). Forum juga mendapat kehormatan dengan kehadiran Wakil Ketua Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia (AKSI) yang juga pegiat pemberdayaan masyarakat melalui Komunitas Bunda Profesional, Septi Peni Wulandani yang hadir lengkap sekeluarga. Selain itu, Kadin Jawa Tengah yang diwakili oleh Direktur Eksekutif, Yunita Dwi Prasetyanti juga hadir bersama staf dari PP-UMKM.
Menanggapi dinamikan forum yang menunjukkan potensi luar biasa, Septi Peni Wulandani menyampaikan apresiasi dan mengingatkan jika yang paling penting dari semua ini adalah realisasi dari ide dan konsep yang tercurah. Forum ini ideal karena menggabungkan kekuatan offline dan online yang harus bertemu untuk membangun sinergi bersama. Yunita Dwi Prasetyanti, Direktur Eksekutif Kadin Jateng, berjanji siap untuk mendukung apapun yang tumbuh dari forum sore itu kepada "stakeholder" Kadin yang lengkap. "Kegiatan ini sangat bermanfaat dan Kadin Jateng bangga menjadi salah satu bagiannya untuk menumbuhkan industri kreatif kita bersama," tuturnya.
Agung Kurniawan, Koordinator Pengembangan JRU yang menjadi organizer acara menyampaikan jika seluruh acara ini merupakan rangkaian dari sebuah impian bersama untuk mewujudkan sebuah kebangkitan industri kreatif yang mandiri. "JRU membuka diri untuk menjadi motor dan inisiator dari kebangkitan komunitas kreatif ini," tuturnya.