Menomorsatukan Sekolah
Sekolah tentu saja penting, sangat penting malah, apalagi bagi karier yang segaris dengan sekolah restui saja untuk segera menetap di garisnya sendiri.
Saya tertarik pada pernyataan Zinadine Zidan, yang kebetulan adalah legenda bola idola saya, tentang anaknya yang mulai bersinar sebagai bintang bola anak-anak. Tetapi katanya : ‘’Ia harus mementingkan sekolahnya.’’
Pernyataan itu sebetulnya sudah sering saya dengar dari tetangga, teman, kolega dan banyak sekali orang tua, terutama mereka yang anaknya telah kelewat sibuk di usia yang begitu muda karena prestasinya. ‘’Boleh menjadi apa saja, tetapi harus tetap menomor satukan sekolah,’’ begitulah biasanya kata orang tua itu, termasuk Zidan dan bisa juga termasuk saya. Padahal saya bertaruh, jika Zidan sendiri dulu lebih menomorsatukan sekolah dan tidak mementingkan bola, ia pasti tidak menjadi legenda sepert. Karena memang begitulah watak ranking, seorang anak harus bernilai minimal sembilan untuk hampir semua mata pelajaran.
Dunia akan kehilangan sejarah besar bernama Muhammad Ali seandainya orang tuanya berkeras menomor satukan sekolah dan tidak menomor satukan tinju. Kepada anak-anak dengan bakat seperti Ali dan Valentino Rossi kenapa tidak segera saja mengatakan: ‘’Tinju dan balapan bagimu nomor satu!’’ Begitu juga dengan Zinadine Zidan.
Jika memang anaknya benar-benar memiliki bakat besar seperti yang ia akui sendiri, kenapa ia tidak langsung saja menganjurkan agar si anak segera menomor satukan bola. Apalagi Zidane sudah merasakan sendiri, meskipun cuma bola, tetapi jika bakat itu begitu besar, dan jika tingkat penghayatan seseorang sedemikian rupa, bola itu akan mengangkat derajat seseorang demikian tinggi seperti yang dialami Zidan sendiri..
Sekolah tentu saja penting, sangat penting malah, apalagi bagi karier yang segaris dengan sekolah restui saja untuk segera menetap di garisnya sendiri.
Anak itu bisa saja lulus di semua pelajaran dengan nilai A, tetapi dunia akan kehilangan seorang anak yang bisa jadi akan jauh lebih besar katimbang kebesaran bapaknya. Ketika anak sudah jelas menemukan dunianya, orang tua tak perlu malu-malu untuk berkata terus terang, bahwa ia mendukung penuh karier si anak dan menjadikannya sebagai urusan nomor satu.
Prie GS
Budayawan, Motivator, Penulis Buku Best Seller
Tinggal di Semarang
Saya tertarik pada pernyataan Zinadine Zidan, yang kebetulan adalah legenda bola idola saya, tentang anaknya yang mulai bersinar sebagai bintang bola anak-anak. Tetapi katanya : ‘’Ia harus mementingkan sekolahnya.’’
Pernyataan itu sebetulnya sudah sering saya dengar dari tetangga, teman, kolega dan banyak sekali orang tua, terutama mereka yang anaknya telah kelewat sibuk di usia yang begitu muda karena prestasinya. ‘’Boleh menjadi apa saja, tetapi harus tetap menomor satukan sekolah,’’ begitulah biasanya kata orang tua itu, termasuk Zidan dan bisa juga termasuk saya. Padahal saya bertaruh, jika Zidan sendiri dulu lebih menomorsatukan sekolah dan tidak mementingkan bola, ia pasti tidak menjadi legenda sepert. Karena memang begitulah watak ranking, seorang anak harus bernilai minimal sembilan untuk hampir semua mata pelajaran.
Dunia akan kehilangan sejarah besar bernama Muhammad Ali seandainya orang tuanya berkeras menomor satukan sekolah dan tidak menomor satukan tinju. Kepada anak-anak dengan bakat seperti Ali dan Valentino Rossi kenapa tidak segera saja mengatakan: ‘’Tinju dan balapan bagimu nomor satu!’’ Begitu juga dengan Zinadine Zidan.
Jika memang anaknya benar-benar memiliki bakat besar seperti yang ia akui sendiri, kenapa ia tidak langsung saja menganjurkan agar si anak segera menomor satukan bola. Apalagi Zidane sudah merasakan sendiri, meskipun cuma bola, tetapi jika bakat itu begitu besar, dan jika tingkat penghayatan seseorang sedemikian rupa, bola itu akan mengangkat derajat seseorang demikian tinggi seperti yang dialami Zidan sendiri..
Sekolah tentu saja penting, sangat penting malah, apalagi bagi karier yang segaris dengan sekolah restui saja untuk segera menetap di garisnya sendiri.
Anak itu bisa saja lulus di semua pelajaran dengan nilai A, tetapi dunia akan kehilangan seorang anak yang bisa jadi akan jauh lebih besar katimbang kebesaran bapaknya. Ketika anak sudah jelas menemukan dunianya, orang tua tak perlu malu-malu untuk berkata terus terang, bahwa ia mendukung penuh karier si anak dan menjadikannya sebagai urusan nomor satu.
Prie GS
Budayawan, Motivator, Penulis Buku Best Seller
Tinggal di Semarang