MENGEMBANGKAN AKSES PERMODALAN WIRAUSAHA UMKM
UMKM Membutuhkan Avalis untuk Akses Permodalan
Permodalan yang seringkali menjadi kendala bagi kebanyakan wirausaha sektor UMKM sebenarnya bisa diatasi dengan keberadaan avalis yang akan menjadi penjamin bagi penyaluran bantuan modal. Hal ini dikemukakan bersama oleh H. M. Yacoub dari PT Pertamina (Persero) UPMS IV dan Fachlevi Nasution dari Bank Mandiri.
Keduanya bersama dengan Agus Budiyono dari Tim Pengembangan Sektor Riil & UMKM Kantor BI Semarang dan Nyoman Swastika dari Bank Mandiri menjadi tamu dalam Forum Wedangan: “Mengembangkan Akses Permodalan Wirausaha UMKM” yang digelar di arena Pestipal Angkringan pada Sabtu (19/4) di Selasar Parkir Gedung JDC Semarang. Kedua figur yang kebetulan sama-sama mengurusi PKBL (Program Kemitraan & Bina Lingkungan) di kantornya tersebut mengemukakan avalis diperlukan sebagai garantor goodwill yang akan meyakinkan pihak PKBL atau perbankan menyalurkan berbagai skim pembiayaan lunak yang menarik bagi UMKM. Sebagai contoh, Pertamina melalui PKBL yang disalurkan dari keuntungan perseroan tersebut, memiliki pendanaan bergulir dengan bunga hanya 6% per tahun. Pendanaan ini sudah disalurkan ke ratusan UMKM di Jawa Tengah dan Jogjakarta yang memenuhi berbagai kualifikasi yang telah ditetapkan manajemen Pertamina Jakarta. Hal yang sama terjadi di Bank Mandiri, bahkan di bank dengan aset terbesar ini, pendanaan yang tersedia bukan hanya PKBL semata tetapi juga berbagai kredit program yang juga menarik dan bertujuan untuk menumbuhkembangkan sektor UMKM. Yacoub menandaskan pihaknya—yang juga mengetuai sebuah forum PKBL BUMN se-Jawa Tengah—tidak membatasi proposal permohonan pendanaan yang masuk. Tetapi, itu semua tidak akan berarti apa-apa jika dana yang digulirkan tidak disertai dengan jaminan yang likuid serta garantor yang mampu memberikan nilai plus kepada pihaknya untuk memastikan bahwa dana yang disalurkan benar-benar untuk pengembangan usaha dan dikembalikan secara teratur. “Di sinilah dibutuhkan avalis yang bisa saja tumbuh dari komunitas-komunitas kewirausahaan,” ujarnya. Avalis tersebut nantinya akan menjadi koordinator atau pemberi jaminan goodwill kepada pemberi modal sekaligus sebagai moral hazard ketika UMKM yang menerima bantuan tidak berkomitmen untuk mengembalikan pinjaman. “Modal yang dipinjamkan dari BUMN adalah dana bergulir, jadi tidak akan masuk sebagai kas perusahaan tetapi akan digulirkan lagi untuk mendatangkan benefit yang lebih besar,” tambah Fachlevi dari Bank Mandiri. Ditambahkan oleh Nyoman Swastika, rekan Fachlevi yang juga berasal dari Bank Mandiri menyampaikan jika kredit-kredit mikro yang ada di Bank Mandiri sebenarnya akan lebih mudah diakses wirausaha ketika ada avalis yang menghubungkan bank dengan debitur potensial. Agus Budiyono dari BI Semarang yang juga aktif mengembangkan UMKM melalui Tim Pengembangan Sektor Riil & UMKM mengatakan, akses permodalan bagi UMKM saat ini relatif lebih mudah didapat karena pemerintah bersama sektor lainnya sedang memberikan perhatian yang besar kepada sektor UMKM. “BI Semarang dalam fungsinya sebagai lembaga moneter menempatkan fungsi komunikasi dan sosialiasi kepada sektor yang potensial dibiayai sebagai prioritas utama,” ujarnya. Fungsi sosialisasi dan komunikasi tersebut disampaikan melalui sharing bersama antara pihak yang berkompeten untuk menyalurkan modal dengan debitur mikro potensial. Selain PKBL dan kredit mikro dari bank umum, Agus juga mengatakan ada potensi pembiayaan lain yang bisa dimanfaatkan oleh wirausaha UMKM. “Potensi pembiayaan UMKM juga bisa digerakkan melalui BPR, koperasi simpan-pinjam, hingga ke BMT,” tambahnya. Menurut data yang dimilikinya, penyaluran kredit ke sektor UMKM di Jawa Tengah menunjukkan tren positif yang menggembirakan. Setidaknya, ini mengindikasikan jika pertumbuhan UMKM di Jawa Tengah terjadi dalam iklim yang cukup kondusif. Forum kali ini cukup semarak dengan munculnya berbagai pertanyaan yang datang dari audiens yang variatif. Salah satu yang menarik adalah Albert Marbun yang mempersoalkan adanya rumor perbankan yang cenderung lebih mudah menyalurkan pembiayaan kepada etnis tertentu. Tamu yang hadir bergiliran meyakinkan pria ini jika tidak ada ketentuan di lembaga permodalan seperti itu. “Jika memenuhi persyaratan, silakan saja datang kepada kami untuk mengajukan pembiayaan,” ujar Nyoman Swastika sembari memberikan fakta pembiayaan di daerah lain yang tidak memberikan privilese kepada etnis tertentu. Acara kemudian ditutup dengan sharing dari Andaka Wirawan, pemilik RM Padang Nusantara yang juga mentor komunitas kewirausahaan Smart Entrepreneur Community (Senity). Andaka berbagi cerita jika sebuah usaha—sekecil apapun—memiliki hak dan peluang yang sama untuk bertumbuh menjadi besar. Semuanya bergantung kepada kualitas pribadi wirausaha yang menggerakkan usaha tersebut. Tidak ada hal yang mampu menggantikan ketekunan dan kerja keras dalam bangunan kewirausahaan. Andaka berpesan jika kualitas usaha Anda adalah kualitas mental yang Anda miliki, jadi jika ingin memiliki sebuah usaha dengan kualitas baik maka kualitas mental yang Anda miliki sebagai pemiliknya juga harus baik.
Keduanya bersama dengan Agus Budiyono dari Tim Pengembangan Sektor Riil & UMKM Kantor BI Semarang dan Nyoman Swastika dari Bank Mandiri menjadi tamu dalam Forum Wedangan: “Mengembangkan Akses Permodalan Wirausaha UMKM” yang digelar di arena Pestipal Angkringan pada Sabtu (19/4) di Selasar Parkir Gedung JDC Semarang. Kedua figur yang kebetulan sama-sama mengurusi PKBL (Program Kemitraan & Bina Lingkungan) di kantornya tersebut mengemukakan avalis diperlukan sebagai garantor goodwill yang akan meyakinkan pihak PKBL atau perbankan menyalurkan berbagai skim pembiayaan lunak yang menarik bagi UMKM. Sebagai contoh, Pertamina melalui PKBL yang disalurkan dari keuntungan perseroan tersebut, memiliki pendanaan bergulir dengan bunga hanya 6% per tahun. Pendanaan ini sudah disalurkan ke ratusan UMKM di Jawa Tengah dan Jogjakarta yang memenuhi berbagai kualifikasi yang telah ditetapkan manajemen Pertamina Jakarta. Hal yang sama terjadi di Bank Mandiri, bahkan di bank dengan aset terbesar ini, pendanaan yang tersedia bukan hanya PKBL semata tetapi juga berbagai kredit program yang juga menarik dan bertujuan untuk menumbuhkembangkan sektor UMKM. Yacoub menandaskan pihaknya—yang juga mengetuai sebuah forum PKBL BUMN se-Jawa Tengah—tidak membatasi proposal permohonan pendanaan yang masuk. Tetapi, itu semua tidak akan berarti apa-apa jika dana yang digulirkan tidak disertai dengan jaminan yang likuid serta garantor yang mampu memberikan nilai plus kepada pihaknya untuk memastikan bahwa dana yang disalurkan benar-benar untuk pengembangan usaha dan dikembalikan secara teratur. “Di sinilah dibutuhkan avalis yang bisa saja tumbuh dari komunitas-komunitas kewirausahaan,” ujarnya. Avalis tersebut nantinya akan menjadi koordinator atau pemberi jaminan goodwill kepada pemberi modal sekaligus sebagai moral hazard ketika UMKM yang menerima bantuan tidak berkomitmen untuk mengembalikan pinjaman. “Modal yang dipinjamkan dari BUMN adalah dana bergulir, jadi tidak akan masuk sebagai kas perusahaan tetapi akan digulirkan lagi untuk mendatangkan benefit yang lebih besar,” tambah Fachlevi dari Bank Mandiri. Ditambahkan oleh Nyoman Swastika, rekan Fachlevi yang juga berasal dari Bank Mandiri menyampaikan jika kredit-kredit mikro yang ada di Bank Mandiri sebenarnya akan lebih mudah diakses wirausaha ketika ada avalis yang menghubungkan bank dengan debitur potensial. Agus Budiyono dari BI Semarang yang juga aktif mengembangkan UMKM melalui Tim Pengembangan Sektor Riil & UMKM mengatakan, akses permodalan bagi UMKM saat ini relatif lebih mudah didapat karena pemerintah bersama sektor lainnya sedang memberikan perhatian yang besar kepada sektor UMKM. “BI Semarang dalam fungsinya sebagai lembaga moneter menempatkan fungsi komunikasi dan sosialiasi kepada sektor yang potensial dibiayai sebagai prioritas utama,” ujarnya. Fungsi sosialisasi dan komunikasi tersebut disampaikan melalui sharing bersama antara pihak yang berkompeten untuk menyalurkan modal dengan debitur mikro potensial. Selain PKBL dan kredit mikro dari bank umum, Agus juga mengatakan ada potensi pembiayaan lain yang bisa dimanfaatkan oleh wirausaha UMKM. “Potensi pembiayaan UMKM juga bisa digerakkan melalui BPR, koperasi simpan-pinjam, hingga ke BMT,” tambahnya. Menurut data yang dimilikinya, penyaluran kredit ke sektor UMKM di Jawa Tengah menunjukkan tren positif yang menggembirakan. Setidaknya, ini mengindikasikan jika pertumbuhan UMKM di Jawa Tengah terjadi dalam iklim yang cukup kondusif. Forum kali ini cukup semarak dengan munculnya berbagai pertanyaan yang datang dari audiens yang variatif. Salah satu yang menarik adalah Albert Marbun yang mempersoalkan adanya rumor perbankan yang cenderung lebih mudah menyalurkan pembiayaan kepada etnis tertentu. Tamu yang hadir bergiliran meyakinkan pria ini jika tidak ada ketentuan di lembaga permodalan seperti itu. “Jika memenuhi persyaratan, silakan saja datang kepada kami untuk mengajukan pembiayaan,” ujar Nyoman Swastika sembari memberikan fakta pembiayaan di daerah lain yang tidak memberikan privilese kepada etnis tertentu. Acara kemudian ditutup dengan sharing dari Andaka Wirawan, pemilik RM Padang Nusantara yang juga mentor komunitas kewirausahaan Smart Entrepreneur Community (Senity). Andaka berbagi cerita jika sebuah usaha—sekecil apapun—memiliki hak dan peluang yang sama untuk bertumbuh menjadi besar. Semuanya bergantung kepada kualitas pribadi wirausaha yang menggerakkan usaha tersebut. Tidak ada hal yang mampu menggantikan ketekunan dan kerja keras dalam bangunan kewirausahaan. Andaka berpesan jika kualitas usaha Anda adalah kualitas mental yang Anda miliki, jadi jika ingin memiliki sebuah usaha dengan kualitas baik maka kualitas mental yang Anda miliki sebagai pemiliknya juga harus baik.