Tommy Siawira Kunjungi Warung Wedangan
Sebagai sebuah tempat rujukan untuk nongkrong, tampaknya Warung Wedangan telah mendapat tempat di hati sejumlah tokoh-tokoh yang menjadi pesohor di negeri ini. Salah satu yang baru saja mampir berkunjung adalah trainer NLP kenamaan yang juga dikenal sebagai pakar FireWalk, Tommy Siawira.
Tommy Siawira datang bersama dengan budayawan Prie GS untuk menikmati sajian makan malam di Warung Wedangan. Tommy yang tengah bertandang ke Semarang untuk melatih sebuah perusahaan telekomunikasi ternama tersebut tampak menikmati sajian ayam bakar, trancam, dipadu dengan menyeruput teh jahe yang dihidangkan. Hadir pula relawan JRU, Adhimmas yang menemani Prie GS dan Tommy untuk wedangan bersama. Di sela-sela wedangan, beliau berbagi cerita bagaimana sesungguhnya kita bisa mengoptimalkan potensi diri kita melalui kegiatan-kegiatan sederhana. “Kegiatan sederhana itu seperti self talk yang justru sering kita lupakan,” ujarnya. Prie GS menambahkan, sebenarnya kegiatan self talk sudah menjadi sebuah local wisdom bagi masyarakat Jawa. “Namun, sayangnya hal ini menjadi terlupakan akibat modernisasi yang begitu hebatnya,” tambahnya. Manusia yang seakan-akan tercerabut dari akarnya ini juga sekarang lebih banyak menggunakan otak kiri sebagai pusat rasionalitas. “Segalanya seakan-akan bisa dihitung secara matematis padahal tidak seluruhnya bisa seperti itu,” ujar Prie GS sembari menyeruput wedang jahe panas yang menemani beliau. Kesadaran untuk kembali hal-hal yang sifatnya imajinatif dan terkadang irasional tersebut yang banyak digunakan oleh Tommy dalam berbagai terapi NLP yang ditekuninya. “Saya seringkali mendapati justru karena imajinasi-imajinasi teman ini sendiri yang justru membawanya pulih dari hal-hal yang mengganggu sebelumnya,” ujarnya. Seperti ada seorang ibu muda yang akhirnya bisa tersenyum kembali sewaktu dia bisa “berbicara” dengan janin anaknya terdahulu yang terpaksa harus diaborsi karena secara psikologis dia belum siap menjadi ibu. Sang ibu ini seusai melakukan aborsi sukarela tersebut merasa berdosa karena telah “menyelesaikan” hak hidup anaknya yang sebenarnya hanya karena alasan psikologis semata. Prie GS menambahkan saat ini kesadaran untuk kembali memaksimalkan otak kanan hadir sebagai sebuah antitesis atas konstruksi pikiran berdasarkan rasionalitas semata. Tommy menambahkan, latihan untuk mengoptimalkan otak kana ini sangat bermanfaat untuk kecerdasan seseorang terutama kecerdasan kedayatahanan. “Dengan kemungkinan risiko yang sama, orang akan mempersepsi berbeda-beda,” ujar Tommy sedikit berfilosofi. Inilah yang kemudian menjadi kesadaran berbagai bangsa maju di dunia untuk kembali menyandarkan pengembangan sumberdaya manusia pada kesetimbangan antara otak kiri dan otak kanan. Contoh konkret dari desain pendidikan tersebut adalah dengan memberikan pilihan kepada generasi pelajar untuk menentukan tahapan yang mereka pilih bagi masa depan mereka.
Tommy Siawira datang bersama dengan budayawan Prie GS untuk menikmati sajian makan malam di Warung Wedangan. Tommy yang tengah bertandang ke Semarang untuk melatih sebuah perusahaan telekomunikasi ternama tersebut tampak menikmati sajian ayam bakar, trancam, dipadu dengan menyeruput teh jahe yang dihidangkan. Hadir pula relawan JRU, Adhimmas yang menemani Prie GS dan Tommy untuk wedangan bersama. Di sela-sela wedangan, beliau berbagi cerita bagaimana sesungguhnya kita bisa mengoptimalkan potensi diri kita melalui kegiatan-kegiatan sederhana. “Kegiatan sederhana itu seperti self talk yang justru sering kita lupakan,” ujarnya. Prie GS menambahkan, sebenarnya kegiatan self talk sudah menjadi sebuah local wisdom bagi masyarakat Jawa. “Namun, sayangnya hal ini menjadi terlupakan akibat modernisasi yang begitu hebatnya,” tambahnya. Manusia yang seakan-akan tercerabut dari akarnya ini juga sekarang lebih banyak menggunakan otak kiri sebagai pusat rasionalitas. “Segalanya seakan-akan bisa dihitung secara matematis padahal tidak seluruhnya bisa seperti itu,” ujar Prie GS sembari menyeruput wedang jahe panas yang menemani beliau. Kesadaran untuk kembali hal-hal yang sifatnya imajinatif dan terkadang irasional tersebut yang banyak digunakan oleh Tommy dalam berbagai terapi NLP yang ditekuninya. “Saya seringkali mendapati justru karena imajinasi-imajinasi teman ini sendiri yang justru membawanya pulih dari hal-hal yang mengganggu sebelumnya,” ujarnya. Seperti ada seorang ibu muda yang akhirnya bisa tersenyum kembali sewaktu dia bisa “berbicara” dengan janin anaknya terdahulu yang terpaksa harus diaborsi karena secara psikologis dia belum siap menjadi ibu. Sang ibu ini seusai melakukan aborsi sukarela tersebut merasa berdosa karena telah “menyelesaikan” hak hidup anaknya yang sebenarnya hanya karena alasan psikologis semata. Prie GS menambahkan saat ini kesadaran untuk kembali memaksimalkan otak kanan hadir sebagai sebuah antitesis atas konstruksi pikiran berdasarkan rasionalitas semata. Tommy menambahkan, latihan untuk mengoptimalkan otak kana ini sangat bermanfaat untuk kecerdasan seseorang terutama kecerdasan kedayatahanan. “Dengan kemungkinan risiko yang sama, orang akan mempersepsi berbeda-beda,” ujar Tommy sedikit berfilosofi. Inilah yang kemudian menjadi kesadaran berbagai bangsa maju di dunia untuk kembali menyandarkan pengembangan sumberdaya manusia pada kesetimbangan antara otak kiri dan otak kanan. Contoh konkret dari desain pendidikan tersebut adalah dengan memberikan pilihan kepada generasi pelajar untuk menentukan tahapan yang mereka pilih bagi masa depan mereka.