DISKUSI INSPIRATIF “CARA CERDAS BERBISNIS”
Mari Menjadi Otentik!
Smart Entrepreneur Community (Senity) kembali menyapa publik Semarang dengan kehadiran diskusi inspiratif bersama dengan tiga pembicara inspiratif yaitu Prie GS (Budayawan dan Penulis Buku Bestseller “Hidup Bukan Hanya Urusan Perut”), iLik sAs (Praktisi Bisnis Mikro-Kecil dan Founder Jaringan RumahUSAHA), dan Dony, S-Wardhana (Penulis Buku Bestseller “Cara Cerdas Cari Uang”) di Warung Wedangan, Jalan Brotojoyo Raya Blok D Pondok Indraprasta Semarang pada Jumat (7/5) lalu.
Berbisnis di era ultrakompetisi seperti saat ini membutuhkan sebuah kecerdasan tersendiri. Inilah yang menjadi tantangan terbesar bagi wirausaha-wirausaha masa depan yang bertumbuh hari ini. “Menjadi cerdas adalah sebuah kewajiban, kalau tidak kita semua akan dilumat oleh kecerdasan alam dalam melakukan seleksi,” ujar Dony, S-Wardhana, penulis buku kewirausahaan yang sekarang tengah getol memasuki kampus-kampus menyebarkan virus anti nganggur. Kecerdasan alam inilah yang mengantarkan banyak entitas usaha menemukan tempat terbaiknya. “Menjadi cerdas sebenarnya tidak sulit, cukup dengan cepat menghadapi dinamika pasar, efektif dan efisien dalam bertindak, dan ramah dalam melayani,” tambah Dony. iLik sAs yang telah berpengalaman puluhan tahun mendampingi bisnis mengatakan kecerdasan tersebut mutlak dilakukan karena dalam berbisnis dibutuhkan dua hal. Hal yang paling utama sekaligus yang paling menjadi pondasi dalam keberlanjutan usaha adalah karakter dari sang wirausaha sendiri. “Bisnis Anda sebenarnya adalah refleksi dari kepribadian Anda sendiri,” ujar iLik sAs. Karena merupakan refleksi tersebut, karakter kewirausahaan menjadi hal yang paling fundamental untuk dibenahi agar bisa menghasilkan wirausaha-wirausaha yang berkarakter unggulan. “Inilah yang menjadi komitmen dari sebuah pendampingan bisnis berkelanjutan seperti yang dilakukan oleh JRU dan juga Senity,” lanjut iLik yang juga menjadi founder Senity bersama dengan Prie GS dan Kristian Hardhianto tersebut. Hal kedua yang menjadi pondasi keberlanjutan usaha adalah keterampilan. Ketika karakter unggulan telah menjadi bagian dari keseharian pribadi tersebut, mempelajari sebuah keterampilan bisnis merupakan bagian yang dalam waktu singkat terselesaikan. “Berdasarkan pengalaman teman-teman dari JRU dan riset yang kami lakukan, ketika karakter unggulan tersebut sudah terwujud, keterampilan bisa dipelajari dalam waktu maksima setahun hingga dua tahun,” lanjutnya. Lebih lanjut, iLik juga menjelaskan tentang metodologi BDSA (believe-dream-strategy-action). Metodologi tersebut merupakan langkah-langkah yang dipraktikkan JRU dalam mendampingi puluhan bisnis berskala mikro-kecil di Semarang dan sekitarnya. Bagi Prie GS, kecerdasan ataupun metodologi apapun adalah sebuah tahapan yang harus dilalui oleh seseorang yang ingin memasuki ranah kewirausahaan dengan serius. “Memasuki ranah kewirausahaan berarti memasuki sebuah totalitas kehidupan yang harus dihayati,” tutur Prie GS. Totalitas tersebut terkadang memang terlewatkan. “Inilah yang seringkali kita bersama lewatkan sebagai sebuah komunitas,” lanjutnya yang kemudian diurai tawanya yang khas. Sebuah tawa yang mengingatkan kita akan kealpaan komunal. Ketika totalitas tersebut sudah menjadi komitmen keseharian kita sebagai manusia, maka totalitas tersebut akan mengantarkan kita kepada otentisitas. “Ketika otentisitas tersebut sudah tercapai, kita akan terasa mudah menjalani kehidupan ini,” tuturnya. Menurut Prie GS yang juga founder Senity tersebut, ketika kita menjadi manusia otentik kita tidak perlu banyak berpura-pura atau menjadi orang lain. “Kita hanya perlu menjadi diri kita sendiri, diri kita yang paling otentik,” ujarnya yang disambut dengan tepuk tangan audiens. Di akhir diskusi yang berlangsung hingga larut malam, Prie GS berpesan satu hal: “Mari Menjadi Otentik!”.
Berbisnis di era ultrakompetisi seperti saat ini membutuhkan sebuah kecerdasan tersendiri. Inilah yang menjadi tantangan terbesar bagi wirausaha-wirausaha masa depan yang bertumbuh hari ini. “Menjadi cerdas adalah sebuah kewajiban, kalau tidak kita semua akan dilumat oleh kecerdasan alam dalam melakukan seleksi,” ujar Dony, S-Wardhana, penulis buku kewirausahaan yang sekarang tengah getol memasuki kampus-kampus menyebarkan virus anti nganggur. Kecerdasan alam inilah yang mengantarkan banyak entitas usaha menemukan tempat terbaiknya. “Menjadi cerdas sebenarnya tidak sulit, cukup dengan cepat menghadapi dinamika pasar, efektif dan efisien dalam bertindak, dan ramah dalam melayani,” tambah Dony. iLik sAs yang telah berpengalaman puluhan tahun mendampingi bisnis mengatakan kecerdasan tersebut mutlak dilakukan karena dalam berbisnis dibutuhkan dua hal. Hal yang paling utama sekaligus yang paling menjadi pondasi dalam keberlanjutan usaha adalah karakter dari sang wirausaha sendiri. “Bisnis Anda sebenarnya adalah refleksi dari kepribadian Anda sendiri,” ujar iLik sAs. Karena merupakan refleksi tersebut, karakter kewirausahaan menjadi hal yang paling fundamental untuk dibenahi agar bisa menghasilkan wirausaha-wirausaha yang berkarakter unggulan. “Inilah yang menjadi komitmen dari sebuah pendampingan bisnis berkelanjutan seperti yang dilakukan oleh JRU dan juga Senity,” lanjut iLik yang juga menjadi founder Senity bersama dengan Prie GS dan Kristian Hardhianto tersebut. Hal kedua yang menjadi pondasi keberlanjutan usaha adalah keterampilan. Ketika karakter unggulan telah menjadi bagian dari keseharian pribadi tersebut, mempelajari sebuah keterampilan bisnis merupakan bagian yang dalam waktu singkat terselesaikan. “Berdasarkan pengalaman teman-teman dari JRU dan riset yang kami lakukan, ketika karakter unggulan tersebut sudah terwujud, keterampilan bisa dipelajari dalam waktu maksima setahun hingga dua tahun,” lanjutnya. Lebih lanjut, iLik juga menjelaskan tentang metodologi BDSA (believe-dream-strategy-action). Metodologi tersebut merupakan langkah-langkah yang dipraktikkan JRU dalam mendampingi puluhan bisnis berskala mikro-kecil di Semarang dan sekitarnya. Bagi Prie GS, kecerdasan ataupun metodologi apapun adalah sebuah tahapan yang harus dilalui oleh seseorang yang ingin memasuki ranah kewirausahaan dengan serius. “Memasuki ranah kewirausahaan berarti memasuki sebuah totalitas kehidupan yang harus dihayati,” tutur Prie GS. Totalitas tersebut terkadang memang terlewatkan. “Inilah yang seringkali kita bersama lewatkan sebagai sebuah komunitas,” lanjutnya yang kemudian diurai tawanya yang khas. Sebuah tawa yang mengingatkan kita akan kealpaan komunal. Ketika totalitas tersebut sudah menjadi komitmen keseharian kita sebagai manusia, maka totalitas tersebut akan mengantarkan kita kepada otentisitas. “Ketika otentisitas tersebut sudah tercapai, kita akan terasa mudah menjalani kehidupan ini,” tuturnya. Menurut Prie GS yang juga founder Senity tersebut, ketika kita menjadi manusia otentik kita tidak perlu banyak berpura-pura atau menjadi orang lain. “Kita hanya perlu menjadi diri kita sendiri, diri kita yang paling otentik,” ujarnya yang disambut dengan tepuk tangan audiens. Di akhir diskusi yang berlangsung hingga larut malam, Prie GS berpesan satu hal: “Mari Menjadi Otentik!”.