Penyegaran Sumberdaya Manusia bersama BP2TK
Rabu (27/6) yang lalu, kerabat Jaringan RumahUSAHA dan Forum Wedangan mengikuti kegiatan penyegaran sumberdaya manusia bersama BP2TK di Rumah Belajar JRU. Kegiatan penyegaran tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bersama membangun sebuah atmosfer berkarya yang lebih menyenangkan. Pada kesempatan tersebut, kerabat diperkenalkan dengan prinsip Score dan 5S yang terbukti efektif diterapkan di berbagai perusahaan multinasional.
Siapa yang memiliki tanggung jawab untuk menciptakan atmosfer bekerja yang nyaman untuk berkarya? Pertanyaan ini dilontarkan oleh Sumini Tantina, instruktur BP2TK yang sudah beberapa kali berkontak dengan kerabat Jaringan RumahUSAHA. Ibu yang energik itu melontarkan pertanyaan untuk membuat audiens menjadi berpikir. Ada banyak jawaban kemudian berlalu-lalang. Pemimpin, anak buah, bahkan juru tata graha meluncur dari mulut sekitar 30 peserta penyegaran tersebut. Sumini kemudian menjawab singkat, “kita semua”. Ya, semua orang yang berada di ruangan tersebut memiliki tanggung jawab yang sama untuk menciptakan atmosfer berkarya yang nyaman.
Bagaimana cara menciptakan atmosfer berkarya yang nyaman? Sumini kemudian membagikan sebuah model partisipasi sumberdaya yang dirumuskan oleh lembaga tenaga kerja PBB, ILO. Model yang disebut Score tersebut memberikan panduan jika setiap komponen memiliki peranan yang sama-sama strategis dan signifikan untuk menciptakan kenyamanan berkarya. Pemimpin dari unit kerja idealnya menempatkan diri sebagai fasilitator dari penciptaan iklim tersebut. Melalui kekuasaan dan kewenangannya, pemimpin harus mampu melakukan transformasi peranan dari sekadar “memerintah” menjadi “memandu” kepada tim kerjanya. Melalui pemanduan inilah, tim kerja akan menjadi lebih permisif dan akomodatif terhadap beban kerja yang sudah disepakati sebelumnya. Tetapi, peran ideal ini tentu saja harus dicapai melalui serangkaian pembelajaran dan kemauan untuk mengimplementasikan hal ini.
Dari sisi tim kerja, hal-hal kecil seperti berangkat berkarya dengan pikiran yang selalu positif, budaya saling tegur sapa, bahkan menyempatkan diri melakukan pertemuan kecil untuk menyatukan pandangan merupakan peran yang bersumber dari tim kerja. Tim kerja idealnya memiliki paradigma positif dan progresif dalam menghadapi beban kerja. Penentuan deskripsi tugas bukan lagi menjadi monopoli dari pemimpin. Tim kerja yang positif dan progresif diwajibkan untuk secara inisiatif mengatur peranan masing-masing untuk mencapai hasil optimal dalam berkarya. “Ketika pemimpin telah menempatkan diri menjadi fasilitator dan pemandu, inisiatif pembagian kerja idealnya tumbuhnya dari tim kerja untuk dapat menumbuhkan dan mengoptimalkan kompetensi dari masing-masing pribadi dalam tim kerja,” tuturnya.
Untuk menciptakan lingkungan kerja dalam arti fisik ruang kerja yang nyaman, instruktur lain dari BP2TK, Sunardi menyampaikan sebuah prinsip budaya kerja dari Jepang yang efektif dilakukan untuk menciptakan sebuah praktik rumah tangga praktis yang efisien dan efektif. Budaya kerja yang telah dianut oleh Toyota, Sony, Hitachi, bahkan di Indonesia salah satunya diterapkan oleh manufaktur tembakau Djarum ini adalah prinsip 5S. Prinsip 5S ini terdiri atas Seiri (ringkas), Seiton (rapi), Seisi (resik), Seiketsu (rawat), dan Shitsuke (rajin). Prinsip yang digunakan ini dapat menjadi pedoman bagi setiap pribadi untuk mewujudkan sebuah budaya kerja yang efektif dan efisien.
Siapa yang memiliki tanggung jawab untuk menciptakan atmosfer bekerja yang nyaman untuk berkarya? Pertanyaan ini dilontarkan oleh Sumini Tantina, instruktur BP2TK yang sudah beberapa kali berkontak dengan kerabat Jaringan RumahUSAHA. Ibu yang energik itu melontarkan pertanyaan untuk membuat audiens menjadi berpikir. Ada banyak jawaban kemudian berlalu-lalang. Pemimpin, anak buah, bahkan juru tata graha meluncur dari mulut sekitar 30 peserta penyegaran tersebut. Sumini kemudian menjawab singkat, “kita semua”. Ya, semua orang yang berada di ruangan tersebut memiliki tanggung jawab yang sama untuk menciptakan atmosfer berkarya yang nyaman.
Bagaimana cara menciptakan atmosfer berkarya yang nyaman? Sumini kemudian membagikan sebuah model partisipasi sumberdaya yang dirumuskan oleh lembaga tenaga kerja PBB, ILO. Model yang disebut Score tersebut memberikan panduan jika setiap komponen memiliki peranan yang sama-sama strategis dan signifikan untuk menciptakan kenyamanan berkarya. Pemimpin dari unit kerja idealnya menempatkan diri sebagai fasilitator dari penciptaan iklim tersebut. Melalui kekuasaan dan kewenangannya, pemimpin harus mampu melakukan transformasi peranan dari sekadar “memerintah” menjadi “memandu” kepada tim kerjanya. Melalui pemanduan inilah, tim kerja akan menjadi lebih permisif dan akomodatif terhadap beban kerja yang sudah disepakati sebelumnya. Tetapi, peran ideal ini tentu saja harus dicapai melalui serangkaian pembelajaran dan kemauan untuk mengimplementasikan hal ini.
Dari sisi tim kerja, hal-hal kecil seperti berangkat berkarya dengan pikiran yang selalu positif, budaya saling tegur sapa, bahkan menyempatkan diri melakukan pertemuan kecil untuk menyatukan pandangan merupakan peran yang bersumber dari tim kerja. Tim kerja idealnya memiliki paradigma positif dan progresif dalam menghadapi beban kerja. Penentuan deskripsi tugas bukan lagi menjadi monopoli dari pemimpin. Tim kerja yang positif dan progresif diwajibkan untuk secara inisiatif mengatur peranan masing-masing untuk mencapai hasil optimal dalam berkarya. “Ketika pemimpin telah menempatkan diri menjadi fasilitator dan pemandu, inisiatif pembagian kerja idealnya tumbuhnya dari tim kerja untuk dapat menumbuhkan dan mengoptimalkan kompetensi dari masing-masing pribadi dalam tim kerja,” tuturnya.
Untuk menciptakan lingkungan kerja dalam arti fisik ruang kerja yang nyaman, instruktur lain dari BP2TK, Sunardi menyampaikan sebuah prinsip budaya kerja dari Jepang yang efektif dilakukan untuk menciptakan sebuah praktik rumah tangga praktis yang efisien dan efektif. Budaya kerja yang telah dianut oleh Toyota, Sony, Hitachi, bahkan di Indonesia salah satunya diterapkan oleh manufaktur tembakau Djarum ini adalah prinsip 5S. Prinsip 5S ini terdiri atas Seiri (ringkas), Seiton (rapi), Seisi (resik), Seiketsu (rawat), dan Shitsuke (rajin). Prinsip yang digunakan ini dapat menjadi pedoman bagi setiap pribadi untuk mewujudkan sebuah budaya kerja yang efektif dan efisien.