iLik sAs :
Jangan Pernah Percaya Sebutan "Lebih Pandai" di Dunia Wirausaha
Salah kaprah di dunia wirausaha senantiasa terjadi. Tentu saja ini adalah salah satu buah dari kentalnya budaya patronase masyarakat kita. Segala sesuatu yang bersifat lebih senior, tua, dan pendahulu dianggap menjadi lebih layak dan sahih. Padahal, kenyataannya dunia ini berputar dan menyisakan ruang yang begitu besar bagi kalangan muda untuk menjadi sesuatu sesuai dengan ketentuan zaman. Founder Jaringan RumahUSAHA, iLik sAs membedahnya kepada 23 peserta Program Penciptaan Wirausaha Baru Bank Indonesia di Semarang pada Kamis (4/10).
Bagi pegiat kewirausahaan sosial yang telah menghabiskan sebagian besar kehidupannya bergumul dengan dunia kewirausahaan sosial ini setiap manusia dihadirkan ke dunia sesuai dengan mandatnya masing-masing. Mandat inilah yang akan mengantarkan setiap manusia mencapai titik terbaiknya. Seorang pebisnis legendaris seperti Bob Sadino atau Ciputra sekalipun belum tentu dapat berhasil ketika dihadapkan secara praktis pada bidang-bidang bisnis yang bukan menjadi kompetensinya. "Jadi, jangan pernah percaya jika ada sebutan wirausaha yang lebih pandai daripada kalian semua," tuturnya bersemangat. Berbisnis dalam pemahaman iLik adalah sebuah kompilasi dari kompetensi dan pemahaman filosofis yang itu adalah keunikan yang dihadiahkan berbeda dari masing-masing kita. Keunikan inilah yang kemudian bertransformasi menjadi pesan Ilahiyah dan harua dikerjakan masing-masing makhluk.
iLik kemudian menambahkan pemahaman mandat inilah yang akan menghasilkan sebuah kompetensi yang akan mengantarkan setiap orang menemukan titik terbaiknya. Oleh karena itu, tidak pantas bagi setiap wirausaha untuk tidak percaya diri. Keberhasilan seseorang dalam hidup ini diyakini oleh seorang iLik bergantung pada DNA yang menjadi kode dasar manusia. Dirinya tidak menampik jika itu bersinggungan dengan faktor hereditas yang bergantung dari ayah-ibu. Setiap calon wirausaha yang memiliki keturunan genetik dari kedua orang tuanya yang berwirausaha memiliki daya dukung yang luar biasa ketika hendak memilih jalan kewirausahaan sebagai pilihan hidup. Tetapi, apakah kewirausahaan hanya memberi ruang bagi mereka yang berketurunan saja? Kenyataannya tidak! Inilah yang disebut sebagai proses "mengubah mitos". Bagi mereka yang menemukan panggilan kewirausahaan dari proses pribadinya, satu yang harus dipecahkan adalah melawan dirinya sendiri untuk memutus mata rantai yang akan kontraproduktif bagi "karier kewirausahaan".
Akhirnya, iLik berpesan kepada mahasiswa yang berasal dari 8 perguruan tinggi di Semarang dan Salatiga ini untuk meyakini jika pertempuran terbesar justru datang dari diri sendiri. Guru yang paling tepat untuk membimbing diri ke titik optimal tak lain adalah diri sendiri yang teryakinkan dan mampu menjadi "inner mentor". Simpulan ini disampaikan sebagai risalah dari perjalanan dua hari dirinya bersama dengan 2 panelis lainnya dari Bank Jateng dan Bank Indonesia yang memberikan pandangan terhadap rencana bisnis mahasiswa yang akan disemaikan oleh Bank Indonesia menjadi wirausaha baru setidaknya dalam waktu 3 tahun mendatang. Panel pandangan ini dilakukan pada Rabu-Kamis (3-4/10) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Semarang. Mereka selanjutnya akan kembali mendapatkan bimbingan penyempurnaan rencana bisnis dengan bimbingan dari Bank Indonesia dan Riwani Globe. Sebelum penilaian rencana bisnis ini, mereka telah digodok menjadk wirausaha melalui modul kewirausahaan standar ILO.
Program ini tentu saja merupakan sebuah program positif yang akan semakin memberikan warna bagi pengembangan dunia wirausaha Indonesia. Dukungan yang luar biasa dari Bank Indonesia ini tentu saja merupakan sebuah ujian besar bagi mereka untuk dapat senantiasa menjaga ekuilibrium kehidupan mereka di dunia akademik dan kewirausahaan. "Bukan hal yang mudah untuk mengumpulkan mereka dalam sewaktu," tutur Andi Reina Sari, Asisten Direktur Perwakilan BI bidang Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM. Bahkan, ada cerita unik dari dirinya yang harus menandatangani berpuluh lembar surat izin bagi mahasiswa peserta yang meninggalkan kuliah dan bersemangat mengikuti pelatihan yang berlangsung seminggu. Apapun ceritanya, semua itu adalah rekam jejak yang tak boleh terhapuskan begitu saja ketika mereka benar-benar menapaki jalan terjal sebagai wirausaha.
Bagi pegiat kewirausahaan sosial yang telah menghabiskan sebagian besar kehidupannya bergumul dengan dunia kewirausahaan sosial ini setiap manusia dihadirkan ke dunia sesuai dengan mandatnya masing-masing. Mandat inilah yang akan mengantarkan setiap manusia mencapai titik terbaiknya. Seorang pebisnis legendaris seperti Bob Sadino atau Ciputra sekalipun belum tentu dapat berhasil ketika dihadapkan secara praktis pada bidang-bidang bisnis yang bukan menjadi kompetensinya. "Jadi, jangan pernah percaya jika ada sebutan wirausaha yang lebih pandai daripada kalian semua," tuturnya bersemangat. Berbisnis dalam pemahaman iLik adalah sebuah kompilasi dari kompetensi dan pemahaman filosofis yang itu adalah keunikan yang dihadiahkan berbeda dari masing-masing kita. Keunikan inilah yang kemudian bertransformasi menjadi pesan Ilahiyah dan harua dikerjakan masing-masing makhluk.
iLik kemudian menambahkan pemahaman mandat inilah yang akan menghasilkan sebuah kompetensi yang akan mengantarkan setiap orang menemukan titik terbaiknya. Oleh karena itu, tidak pantas bagi setiap wirausaha untuk tidak percaya diri. Keberhasilan seseorang dalam hidup ini diyakini oleh seorang iLik bergantung pada DNA yang menjadi kode dasar manusia. Dirinya tidak menampik jika itu bersinggungan dengan faktor hereditas yang bergantung dari ayah-ibu. Setiap calon wirausaha yang memiliki keturunan genetik dari kedua orang tuanya yang berwirausaha memiliki daya dukung yang luar biasa ketika hendak memilih jalan kewirausahaan sebagai pilihan hidup. Tetapi, apakah kewirausahaan hanya memberi ruang bagi mereka yang berketurunan saja? Kenyataannya tidak! Inilah yang disebut sebagai proses "mengubah mitos". Bagi mereka yang menemukan panggilan kewirausahaan dari proses pribadinya, satu yang harus dipecahkan adalah melawan dirinya sendiri untuk memutus mata rantai yang akan kontraproduktif bagi "karier kewirausahaan".
Akhirnya, iLik berpesan kepada mahasiswa yang berasal dari 8 perguruan tinggi di Semarang dan Salatiga ini untuk meyakini jika pertempuran terbesar justru datang dari diri sendiri. Guru yang paling tepat untuk membimbing diri ke titik optimal tak lain adalah diri sendiri yang teryakinkan dan mampu menjadi "inner mentor". Simpulan ini disampaikan sebagai risalah dari perjalanan dua hari dirinya bersama dengan 2 panelis lainnya dari Bank Jateng dan Bank Indonesia yang memberikan pandangan terhadap rencana bisnis mahasiswa yang akan disemaikan oleh Bank Indonesia menjadi wirausaha baru setidaknya dalam waktu 3 tahun mendatang. Panel pandangan ini dilakukan pada Rabu-Kamis (3-4/10) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Semarang. Mereka selanjutnya akan kembali mendapatkan bimbingan penyempurnaan rencana bisnis dengan bimbingan dari Bank Indonesia dan Riwani Globe. Sebelum penilaian rencana bisnis ini, mereka telah digodok menjadk wirausaha melalui modul kewirausahaan standar ILO.
Program ini tentu saja merupakan sebuah program positif yang akan semakin memberikan warna bagi pengembangan dunia wirausaha Indonesia. Dukungan yang luar biasa dari Bank Indonesia ini tentu saja merupakan sebuah ujian besar bagi mereka untuk dapat senantiasa menjaga ekuilibrium kehidupan mereka di dunia akademik dan kewirausahaan. "Bukan hal yang mudah untuk mengumpulkan mereka dalam sewaktu," tutur Andi Reina Sari, Asisten Direktur Perwakilan BI bidang Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM. Bahkan, ada cerita unik dari dirinya yang harus menandatangani berpuluh lembar surat izin bagi mahasiswa peserta yang meninggalkan kuliah dan bersemangat mengikuti pelatihan yang berlangsung seminggu. Apapun ceritanya, semua itu adalah rekam jejak yang tak boleh terhapuskan begitu saja ketika mereka benar-benar menapaki jalan terjal sebagai wirausaha.