CATATAN PERJALANAN JAKARTA
Mari Keluar dari Zona Nyaman!
Kewirausahaan adalah sebuah cakupan yang maha luas. Hampir semua sisi dapat menjadi objek kajiannya yang menarik. Tetapi, sebagai wirausaha juga dibutuhkan fokus untuk dapat menjadikan satu per satu ranah kewirausahaan itu sebagai predikat bertitel keberhasilan. Hal yang kontradiktif tersebut melahirkan sebuah pilihan yang apabila tidak diwaspadai justru menjadi sebuah zona nyaman bagi sang pelaku. Apalagi jika jalan yang dipilih adalah sebuah fokus yang ancamannya adalah sebuah kebesaran di ranah yang digalinya. Satu-satunya jalan untuk menghindari hal tersebut adalah dengan kita mewaspadai zona nyaman kita, mewaspadai segala kemungkinan kenyamanan yang ternyata dapat membius.
Sekelumit inspirasi itulah yang senantiasa menjadi penyemangat ketika kawan-kawan Jaringan RumahUSAHA harus bergerak dan bersilaturahmi melintas batas. Pernyataan untuk meninggalkan zona nyaman memang senantiasa terkesan klise dan simpel. Tetapi, itulah ujian yang menjadi penanda ketika seseorang yang sudah memetik keberhasilan di satu titik untuk meluaskan cakrawalanya. Pencapaian memang harus disyukuri, tetapi bukan untuk senantiasa dinikmati. Pencapaian hadir sebagai modal untuk meraih pencapaian berikutnya. Inspirasi ini justru kami dapatkan dari seorang ayah dari kawan sekomunitas yang datang berkunjung bersilaturahmi di minggu yang lalu.
Berbekal tambahan semangat dan nasihat itulah, tiga orang relawan JRU yaitu iLik sAs, Agung Kurniawan, dan Adhimmas Nugroho mendapat tugas komunitas selama dua hari pada Sabtu-Minggu (8-9/2) untuk menjalin silaturahmi dengan jaringan di Jakarta. Hari pertama diisi dengan silaturahmi bersama sesepuh-sesepuh kita yang hari ini tergabung dalam Liga Gerakan Kebudayaan Pancasila. Mereka ini pada zamannya dulu pernah menjadi pejabat publik yang memegang peranan strategis untuk bangsa Indonesia. Persona yang tergabung di dalamnya antara lain Soeprapto (mantan Kepala BP7 Pusat), Sayidiman Suryohadiprojo (mantan Gubernur Lemhanas dan duta besar), Soetarto Sigit (mantan duta besar di Thailand), dan banyak lagi yang merupakan pejabat strategis di zaman Orde Baru. Mereka berkumpul kembali untuk menggagas sebuah pergerakan yang menggerakkan kesadaran masyarakat untuk mengenal kembali Pancasila. Dasar negara tersebut dianggap oleh sesepuh-sesepuh ini sebagai jalan untuk menjadikan bangsa ini memiliki jatidiri kebangsaan.
Hari kedua diisi bersama dengan kawan-kawan profesional yang memiliki rencana untuk membangun sebuah bisnis berbasis revolusi kesehatan. Revolusi kesehatan dipandang sebagai salah satu bentuk revolusi keempat yang akan dialami oleh kehidupan manusia. Revolusi pertama pada kehidupan manusia yang berpengaruh pada upaya untuk mempertahankan kehidupan dimulai ketika James Watt menemukan mesin uap yang lebih efisien. Revolusi kedua terjadi pada saat Henry Ford menemukan metode jalur perakitan yang memungkinkan produksi dilakukan secara massal, cepat, dan murah. Revolusi ketiga dimulai pada saat IBM memperkenalkan piranti komputer pribadi yang dengan cepat mengubah kehidupan kita memasuki era teknologi informatika dan satelit. Dan kini, revolusi keempat akan berarak.
Manusia sudah mencapai tahapan tertinggi dalam memaksimalkan gelombang radio dan cahaya. Industri juga sudah menjadi sesuatu yang jamak bagi indikator modernitas. Di sisi yang lain, jumlah manusia yang semakin banyak justru diikuti dengan penurunan daya dukung lingkungan, penurunan jumlah lahan pertanian, dan penurunan derajat kesehatan karena polusi serta radiasi. Inilah yang membuat manusia harus menciptakan sebuah revolusi yang akan mempengaruhi kehidupannya. Revolusi tersebut berkisar soal kesehatan. Pada revolusi kesehatan ini, manusia kembali mendengarkan kearifan alam, mencita rasa produk organik, dan mengobati dirinya dengan produk herbal. Inilah peluang besar yang harus ditangkap Indonesia sebagai pemilik keanekaragaman hayati terbesar kedua setelah hutan di sepanjang Sungai Amazon. Inilah bagian revolusi yang hendak diambil oleh kawan-kawan profesional yang diinisiasi oleh Gatot Adi Prasetyo, Auddie Wiranata, dan Luhur Budijarso. Tiga serangkai nan cerdas ini mengenalkan kami bertiga dengan Suhada-Badariah yang merupakan penyeleksi madu hutan yang eksotik serta Dr. Irsal yang intensif mendampingi petani pesisir dengan konsep “seafarming”.
Ada peluang. Ada pula tugas. Itulah yang menjadi buah dari semua silaturahim ini. Tetapi, bagaimanapun juga, melalui silaturahmi ini kita semua dapat belajar. Dapat pula menambah pengalaman baru, bahkan saudara baru!
Sekelumit inspirasi itulah yang senantiasa menjadi penyemangat ketika kawan-kawan Jaringan RumahUSAHA harus bergerak dan bersilaturahmi melintas batas. Pernyataan untuk meninggalkan zona nyaman memang senantiasa terkesan klise dan simpel. Tetapi, itulah ujian yang menjadi penanda ketika seseorang yang sudah memetik keberhasilan di satu titik untuk meluaskan cakrawalanya. Pencapaian memang harus disyukuri, tetapi bukan untuk senantiasa dinikmati. Pencapaian hadir sebagai modal untuk meraih pencapaian berikutnya. Inspirasi ini justru kami dapatkan dari seorang ayah dari kawan sekomunitas yang datang berkunjung bersilaturahmi di minggu yang lalu.
Berbekal tambahan semangat dan nasihat itulah, tiga orang relawan JRU yaitu iLik sAs, Agung Kurniawan, dan Adhimmas Nugroho mendapat tugas komunitas selama dua hari pada Sabtu-Minggu (8-9/2) untuk menjalin silaturahmi dengan jaringan di Jakarta. Hari pertama diisi dengan silaturahmi bersama sesepuh-sesepuh kita yang hari ini tergabung dalam Liga Gerakan Kebudayaan Pancasila. Mereka ini pada zamannya dulu pernah menjadi pejabat publik yang memegang peranan strategis untuk bangsa Indonesia. Persona yang tergabung di dalamnya antara lain Soeprapto (mantan Kepala BP7 Pusat), Sayidiman Suryohadiprojo (mantan Gubernur Lemhanas dan duta besar), Soetarto Sigit (mantan duta besar di Thailand), dan banyak lagi yang merupakan pejabat strategis di zaman Orde Baru. Mereka berkumpul kembali untuk menggagas sebuah pergerakan yang menggerakkan kesadaran masyarakat untuk mengenal kembali Pancasila. Dasar negara tersebut dianggap oleh sesepuh-sesepuh ini sebagai jalan untuk menjadikan bangsa ini memiliki jatidiri kebangsaan.
Hari kedua diisi bersama dengan kawan-kawan profesional yang memiliki rencana untuk membangun sebuah bisnis berbasis revolusi kesehatan. Revolusi kesehatan dipandang sebagai salah satu bentuk revolusi keempat yang akan dialami oleh kehidupan manusia. Revolusi pertama pada kehidupan manusia yang berpengaruh pada upaya untuk mempertahankan kehidupan dimulai ketika James Watt menemukan mesin uap yang lebih efisien. Revolusi kedua terjadi pada saat Henry Ford menemukan metode jalur perakitan yang memungkinkan produksi dilakukan secara massal, cepat, dan murah. Revolusi ketiga dimulai pada saat IBM memperkenalkan piranti komputer pribadi yang dengan cepat mengubah kehidupan kita memasuki era teknologi informatika dan satelit. Dan kini, revolusi keempat akan berarak.
Manusia sudah mencapai tahapan tertinggi dalam memaksimalkan gelombang radio dan cahaya. Industri juga sudah menjadi sesuatu yang jamak bagi indikator modernitas. Di sisi yang lain, jumlah manusia yang semakin banyak justru diikuti dengan penurunan daya dukung lingkungan, penurunan jumlah lahan pertanian, dan penurunan derajat kesehatan karena polusi serta radiasi. Inilah yang membuat manusia harus menciptakan sebuah revolusi yang akan mempengaruhi kehidupannya. Revolusi tersebut berkisar soal kesehatan. Pada revolusi kesehatan ini, manusia kembali mendengarkan kearifan alam, mencita rasa produk organik, dan mengobati dirinya dengan produk herbal. Inilah peluang besar yang harus ditangkap Indonesia sebagai pemilik keanekaragaman hayati terbesar kedua setelah hutan di sepanjang Sungai Amazon. Inilah bagian revolusi yang hendak diambil oleh kawan-kawan profesional yang diinisiasi oleh Gatot Adi Prasetyo, Auddie Wiranata, dan Luhur Budijarso. Tiga serangkai nan cerdas ini mengenalkan kami bertiga dengan Suhada-Badariah yang merupakan penyeleksi madu hutan yang eksotik serta Dr. Irsal yang intensif mendampingi petani pesisir dengan konsep “seafarming”.
Ada peluang. Ada pula tugas. Itulah yang menjadi buah dari semua silaturahim ini. Tetapi, bagaimanapun juga, melalui silaturahmi ini kita semua dapat belajar. Dapat pula menambah pengalaman baru, bahkan saudara baru!